DHAKA - Kebakaran yang melanda kamp pengungsi terbesar di dunia minggu lalu adalah "tindakan sabotase yang terencana dan disengaja," kata para penyelidik. Kebakaran pada 5 Maret di Bangladesh menyebabkan 15.000 pengungsi Rohingya kehilangan tempat tinggal dan memusnahkan sekira 2.800 tempat penampungan.
Kelompok militan menyalakan api untuk "mendominasi" kamp, kata pejabat pemerintah yang memimpin penyelidikan, sebagaimana dilansir BBC.
Kebakaran terjadi di beberapa tempat sekaligus, membuktikan bahwa itu direncanakan, kata Abu Safian.
Tidak ada korban jiwa. Tetapi kobaran api menghancurkan rumah-rumah dan merobohkan jaringan infrastruktur utama - sekolah, klinik medis, dan titik layanan - di beberapa distrik di kamp Cox Bazaar.
Panel beranggotakan tujuh orang yang dibentuk untuk menyelidiki kebakaran tersebut, mempresentasikan laporannya pada hari Minggu setelah mewawancarai 150 saksi mata.
Ia merekomendasikan penyelidikan lebih lanjut untuk mengidentifikasi kelompok di balik insiden tersebut.
Api meletus pada pukul 14:30 waktu setempat di Camp 11 Cox Bazar di Bangladesh tenggara, dan berhasil dikendalikan pada malam hari, kata laporan itu.
Cox Bazar menampung lebih dari satu juta pengungsi yang melarikan diri dari Myanmar menyusul tindakan keras militer terhadap etnis minoritas Rohingya.
Mereka tinggal di gubuk yang terbuat dari bambu dan terpal plastik tipis. Penuh sesak dan jorok, kamp-kamp pengungsi ini rentan terhadap kebakaran. Laporan awal dari kebakaran Cox Bazar menunjukkan bahwa api juga menyebar dengan cepat melalui kompor gas yang umum di kamp.
Antara Januari 2021 dan Desember 2022, ada 222 insiden kebakaran di kamp Rohingya termasuk 60 kasus pembakaran, menurut laporan kementerian pertahanan Bangladesh yang dirilis bulan lalu.
Pada Maret 2021, setidaknya 15 orang tewas dan sekira 50.000 orang mengungsi setelah kebakaran besar melanda sebuah kamp di pemukiman tersebut.
(Rahman Asmardika)