JAKARTA - Terdakwa pencemaran nama baik terhadap Luhut Binsar Pandjaitan yakni Direktur Lokataru, Haris Azhar telah mendengar dakwaan dari jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (3/4/2023). Haris pun mengajukan eksepsi atas dakwaan jaksa.
Haris menyatakan tidak menerima dakwaan tersebut saat ditanyakan apakah memahami isi surat dakwaan oleh Ketua Majelis Hakim, Cokorda Gede Arthana. Kuasa Hukum Haris, Isnur, mengajukan eksepsi selama dua minggu guna mempersiapkan keterangan keberatan atas surat dakwaan tersebut.
"Kami mengajukan eksepsi majelis, kami meminta dua minggu," ujar Isnur kepada Majelis Hakim, Senin (3/3/2023).
Majelis Hakim pun mengabulkan eksepsi dua minggu yang diajukan kuasa hukum Haris Azhar. Majelis Hakim menimbang tim kuasa hukum untuk melengkapi surat-surat yang belum lengkap.
"Guna mempersiapkan surat-surat yang belum selesai hari ini, jadi tidak ada alasan lagi, misalnya aturan ini aturan itu," ujar Ketua Majelis Hakim Cokorda.
Majelis Hakim memutuskan sidang eksepsi terdakwa Haris Azhar dilanjutkan kembali pada 17 April 2023, pukul 10.00 WIB.
Sebelumnya, Aktivis HAM sekaligus Direktur Lokataru, Haris Azhar menjalani sidang dakwaan atas kasus pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.
Dakwan dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Senin ini, 3 April 2023. Dakwaan atas Haris Azhar dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) secara terpisah dari terdakwa lainnya, Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik," kata JPU di ruang sidang utama, Senin (3/4/2023).
JPU menuturkan Haris beserta Fatia menyeret nama Luhut dalam kajian isu dari Koalisi Bersihkan Indonesia mengenai praktik bisnis tambang di Blok Wabu dan situasi kemanusiaan serta pelanggaran HAM.
Keduanya menyebutkan, lanjut JPU, adanya benturan kepentingan sejumlah pejabat publik dalam praktik bisnis di Blok Wabu yang bertajuk "Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya".
Dalam kasus ini, Haris Azhar didakwa Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946, dan Pasal 310 KUHP. Terhadap 4 pasal tersebut di juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
(Erha Aprili Ramadhoni)