ACEH ikut berkontribusi dan memberikan banyak bantuan dan sumber daya untuk mengobarkan semangat nasionalisme. Pada tahun 1945, empat tetua ulama di Aceh mendeklarasikan untuk turut membantu perang suci kemerdekaan. Salah satunya adalah Daud Beureuh.
Deklarasi itu membuat kaum ulama menjadi “motor” penggerak segala kegiatan di Aceh, Pada saat itu, Jawa sedang berjuang melawan Belanda, sehingga bisa dikatakan Aceh beroperasi dalam status otonomi penuh.
Belanda juga tidak berkeinginan untuk mengambil alih Aceh lagi, kemudian Aceh menjadi salah satu sumber dana perjuangan Indonesia melalui transaksi ekonomi dengan Malaysia dan Singapura yang dilakukan di Selat Malaka.
Loyalitas Aceh karena pemerintah pusat memberikan kebebasan kepada Aceh untuk menentukan nasibnya sendiri. Selain itu, Aceh juga mengharapkan pengakuan dari pemerintah pusat atas kontribusi dan bantuan yang telah diberikan di kemudian hari.
Namun, setelah pada akhirnya Republik Indonesia memperoleh kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Aceh kecewa kepada pemerintah pusat karena republik ini tidak menjadi negara Islam.
Ditambah dengan status kedareahan Aceh yang hanya dijadikan sebagai bagian dari provinsi Sumatra Utara. Hal tersebutlah yang membuat kesalahpahaman dan menjadi alasan terjadinya pemberontakan yang dipelopori Daud Beuereuh.