JAKARTA - Kelompok hak asasi manusia pada Selasa, (3/10/2023) mendesak Indonesia untuk menyelidiki dugaan penjualan senjata oleh perusahaan milik negara ke Myanmar, di mana Indonesia telah berusaha untuk mendorong rekonsiliasi sejak kudeta militer pada 2021 yang memicu konflik yang meluas.
Kelompok-kelompok tersebut mengajukan pengaduan ke Komisi Hak Asasi Manusia Nasional (Komnas HAM) Indonesia pada Senin, (2/10/2023) dengan tuduhan bahwa tiga perusahaan pembuat senjata milik negara telah menjual peralatan ke Myanmar sejak kudeta, menurut Feri Amsari, penasihat hukum para aktivis tersebut.
Myanmar dilanda kekerasan sejak militer menggulingkan pemerintahan yang dipimpin oleh peraih Hadiah Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi lebih dari dua tahun lalu.
Kelompok yang mengajukan pengaduan tersebut mencakup dua organisasi Myanmar, Organisasi Hak Asasi Manusia Chin dan Proyek Akuntabilitas Myanmar, dan Marzuki Darusman, mantan jaksa agung Indonesia dan pembela hak asasi manusia, demikian diwartakan Reuters.
Dalam pengaduannya, mereka menuduh produsen senjata negara Indonesia PT Pindad, pembuat kapal negara PT PAL, dan perusahaan dirgantara PT Dirgantara Indonesia telah memasok peralatan ke Myanmar melalui perusahaan Myanmar bernama True North, yang menurut mereka dimiliki oleh putra seorang menteri di pemerintahan militer Myanmar.
PT Pindad dan PT PAL tidak segera menanggapi permintaan komentar. Direktur PT Pindad sebelumnya mengatakan kepada media bahwa pihaknya belum menjual produk ke Myanmar sejak 2016.
PT Dirgantara Indonesia menyatakan belum pernah memiliki kontrak dengan Myanmar atau pihak ketiga terkait.
True North tidak segera menanggapi permintaan komentar namun profil perusahaan tak bertanggal yang dilihat oleh Reuters menunjukkan bahwa mereka mengidentifikasi tiga produsen senjata Indonesia sebagai “mitra strategis”.
Para aktivis mengatakan Myanmar telah membeli berbagai barang dari perusahaan tersebut, termasuk pistol, senapan serbu, dan kendaraan tempur.
Sebagai ketua ASEAN, Indonesia telah mencoba, meski hanya sedikit tanda-tanda keberhasilan, untuk menjalin hubungan dengan militer Myanmar dan oposisi dengan harapan dapat memfasilitasi perundingan.
Indonesia mendukung Resolusi Majelis Umum PBB yang menyerukan "semua negara anggota PBB untuk mencegah aliran senjata ke Myanmar" setelah kudeta.
Marzuki Darusman mengatakan komisi hak asasi manusia, yang dikenal sebagai Komnas HAM, wajib melakukan penyelidikan mengingat perusahaan milik negara berada di bawah kendali dan pengawasan pemerintah.
Pelapor khusus PBB untuk Myanmar melaporkan pada Mei bahwa militer Myanmar telah mengimpor senjata dan material terkait senilai setidaknya USD1 miliar sejak kudeta, sebagian besar dari Rusia, Tiongkok, Singapura, Thailand, dan India.
(Rahman Asmardika)