MALANG - Penelitian aktivitas mitos pesugihan di Gunung Kawi oleh mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) tetap dilanjutkan kendati sempat menuai persoalan. Persoalan itu muncul karena penelitian oleh lima mahasiswa UB itu memunculkan diksi kalimat yang membuat masyarakat sekitar Desa Wonosari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang, termasuk pengelola Wisata Pesarean Gunung Kawi tidak nyaman.
"Penelitian tetap jalan, tapi misalnya ada data yang diambil tidak valid, tidak benar itu yang akan direvisi," ucap Kepala Divisi Hukum (Kadiv) Hukum UB Haru Permadi, dikonfirmasi pada Kamis (26/10/2023)
Haru menambahkan, bila sesuai kesepakatan pertemuan pada Selasa sore (24/10/2023) ada beberapa hal yang perlu diperbaiki, salah satunya dengan menegaskan lokasi penelitian aktivitas pesugihan secara jelas yakni Keraton Gunung Kawi. Hal ini membuat pihak mahasiswa UB tidak meluruskan beberapa unggahan di media sosial masing-masing peneliti.
"Sebenarnya permintaan pemfokusan lokasi yang diteliti, pemfokusan lokasi yang diteliti yang akan diubah. Pada sosial media teman - teman peneliti yang dinilai membuat kegaduhan, juga akan dilakukan dibuatkan semacam penegasan, semacam kalimatnya ditata supaya tidak menjadi kegaduhan, terkait sosial media," terangnya dia.
Di sisi lain, Alie Zainal Abidin selalu Juru Bicara Yayasan Ngesti Gondo menuturkan, bila ada beberapa hal yang membuat Yayasan Ngesti Gondo selaku pengelola Pesarean Gunung Kawi keberatan dengan informasi dari penelitian Universitas Brawijaya itu. Salah satunya karena adanya beberapa kata yang dianggap berkonotasi negatif mulai dari pesugihan, tumbal, dan penderita gangguan jiwa.
"Itu tadi disampaikan bahwa dari pihak yayasan berkeberatan dengan penggunaan kata-kata itu, sehingga harapannya ke depannya ya dikoreksi oleh para peneliti, sehingga nanti pertemuan ini betul-betul ada hasilnya," ucap Alie Zainal Abidin dikonfirmasi terpisah.
Dirinya juga mengaku tak mempermasalahkan bila diksi-diksi kata itu diganti sebagai solusi sementara. Ke depan pun ia meminta agar diksi kata dipertegas sesuai lokasi penelitian di Keraton Gunung Kawi, sehingga persepsi masyarakat tidak liar berkembang ke beberapa wilayah lain di Gunung Kawi.
"Di luar itu mau locus penelitiannya dimana itu bukan lagi domainnya yayasan, terserah, kita mau tunjukkan ini sebenarnya di pesarean itu nggak ada yang seperti itu. Kalau disebutkan secara spesifik itu keraton Gunung Kawi ya itu haknya penelitian, tapi kita tidak dalam posisi untuk mengomentari apa yang di luar pesarean Gunung Kawi," terangnya.
Sementara itu, Kepala Desa (Kades) Wonosari Suwito mengungkapkan bila, persoalan polemik penelitian mahasiswa UB sudah selesai. Permintaan ia dan warganya telah direspon positif oleh UB, dengan melakukan pertemuan dengan yayasan, pihak desa, Muspika, dan beberapa tokoh masyarakat setempat.
"Penelitian di yayasan monggo kita harus tahu koridornya, kita harus tahu aturannya, seperti itu. Ini harapan kita mudah-mudahan adanya kesalahpahaman ini untuk pembelajaran kita ke depan, khususnya untuk saya pribadi harus benar-benar berhati-hati, supaya kita nggak salah," ujar Suwito.
Sebab dikatakan Suwito, kawasan sekitar Pesarean Gunung Kawi ini menjadi matapencaharian bagi setidaknya 2 ribu lebih warga di desanya, dari sekitar 7 ribu warga Desa Wonosari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang.
"Dampaknya ke masyarakat. Ya mudah-mudahan dengan adanya seperti ini untuk pembelajaran kita, adik-adik mahasiswa. Ya mudah-mudahan hal seperti ini jangan sampai terulang," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, penelitian Universitas Brawijaya menuai kontroversi karena mengulas pesugihan, tumbal, dan gangguan jiwa yang disebabkan aktivitas ritual di Gunung Kawi. Pada penelitian itu mahasiswa UB mengambil lokasi penelitian di Keraton Gunung Kawi, tetapi karena ada beberapa bagian yang menyebut pesarean dan beredar informasi di media sosial, membuat yayasan pengelola Wisata Pesarean Gunung Kawi buka suara dan memberikan surat terbuka sebagai tuntutan.
(Khafid Mardiyansyah)