Anak-anak hasil perkawinan Belanda-Indonesia cenderung memiliki cara berpikir seperti orang Belanda. Mereka bersekolah di sekolah Belanda dan berbicara bahasa Belanda.
Namun, mereka memiliki pandangan rasis tentang masyarakat pribumi. Sinyo dan Noni tidak mau disamakan seperti masyarakat pribumi walaupun mengetahui ibu mereka berasal dari Indonesia.
Ironisnya mereka juga mendapat pandangan negatif dan rasisme dari orang Eropa atau orang Belanda tulen. Keberadaan mereka diposisikan jauh di bawah orang Belanda asli karna mereka memiliki darah campuran.
Dapat dikatakan bahwa julukan Sinyo dan Noni merupakan panggilan rasis dari orang Eropa kepada anak hasil perkawinan Belanda-Indonesia. Sebagaimana yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer dalam cerita tetralogi Pulau Buru: Bumi Manusia (1980).
Demikian penjelasan kenapa orang Belanda zaman dulu dipanggil Noni dan Sinyo.
(Rina Anggraeni)