Belanda Awasi Ketat Loyalis Pangeran Diponegoro Redam Kebangkitan Perang Jawa

Fakhrizal Fakhri , Jurnalis
Rabu 13 Desember 2023 05:00 WIB
Pangeran Diponegoro (istimewa/Okezone)
Share :

 

JAKARTA - Seusai Perang Jawa atau Perang Diponegoro (1825-1830), kolonial Belanda tetap memantau pergerakan para pengikut dan loyalis Pangeran Diponegoro.

Usai Pangeran Diponegoro ditangkap di Magelang, Jawa Tengah pada 18 Maret 1830 dan oleh Belanda dibawa ke Batavia, para loyalis Pangeran Diponegoro berpencar secara massif.

Sejumlah sumber menyebut, di tempat baru mereka memberi penanda dengan surau atau musala kecil serta menanam pohon sawo kecik.

“Sebagian besar mantan prajurit Diponegoro memilih melakukan bedol desa, dan mengungsi ke Jawa bagian timur melalui pantai selatan,” demikian dikutip dari buku Antara Lawu dan Wilis (2021).

Di daerah baru, yakni seperti di Kabupaten Trenggalek, Kediri, Blitar dan Malang Selatan, para loyalis Diponegoro membentuk komunitas baru.

Dari bahasa atau logat, cara berkomunikasi atau bertutur yang lebih lembut, selera kuliner yang lebih manis, dan cara berproduksi, kemudian melahirkan entitas baru yang kelak dikenal dengan nama masyarakat Mataraman.

Misalnya di Malang Selatan, penduduk setempat memiliki logat khas Yogyakarta. Hal itu berbeda dengan penduduk yang mendiami wilayah Malang utara yang lebih terpengaruh bahasa Madura.

Salah satu tempat yang aman sekaligus nyaman bagi para pelarian Diponegoro adalah Desa Banjarsari di wilayah Madiun.

“Banjarsari menjadi salah satu tempat yang aman di Madiun bagi pelarian mantan prajurit Diponegoro karena status perdikannya menjadikan wilayah tersebut wilayah otonom. Sehingga tidak ada dalih pemerintah kolonial untuk dapat masuk ke wilayah Banjarsari”.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya