2. Terjadi di zona kegempaan rendah.
Daryono menjelaskan dalam Peta Seismisitas Jawa Barat, tampak bahwa Kota Sumedang tidak terdapat kluster seismisitas mencolok seperti lazimnya di jalur sesar aktif. Gempa Sumedang mirip Gempa Kalaotoa di Laut Flores M7,4 (2021), Gempa Talamau 2022, dan Gempa Probolinggo M4,1 (2022) yang juga terjadi di zona seismisitas rendah.
“Gempa Sumedang memberi pesan akan pentingnya mitigasi gempabumi meski di wilayah dengan aktivitas kegempaan rendah,” kata Daryono.
3. Magnitudo kecil tetapi merusak.
BMKG mencatat sejumlah gempa kerak dangkal dengan magnitudo kecil yang terbukti merusak seperti Gempa Madiun 4,2 (2015), Gempa Pangalengan 4,2 (2016), Gempa Garut 3,7 (2017), Gempa Banjarnegara 4,4 (2018), Gempa Lebak 4,4 (2018), dan Gempa Kuningan-Brebes 4,2 (2020).
“Gempa Sumedang memberi pesan kepada kita agar tidak mengabaikan setiap gempa kerak dangkal, meskipun magnitudonya kecil,” ingat Daryono.