JAKARTA – Forum Rakyat Demokratik untuk Keadilan Korban Penghilangan Paksa (FRD), Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI), dan Kawan Ganjar-Mahfud ‘98 (Kawan ’98) mengadukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Ombudsman karena selama 9 tahun pemerintahanya telah mengabaikan rekomendasi DPR terkait penyelesaian kasus penghilangan secara paksa 1997-1998.
Pengabaian ini menunjukan rendahnya komitmen pemerintah untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu.
“FRD, IKOHI, dan Kawan ‘98 menuntut Presiden Joko Widodo untuk melaksanakan Rekomendasi DPR RI dalam surat Nomor PW.01/6204/DPR RI/IX/2009 kepada Presiden RI terkait Penanganan Pembahasan atas Hasil Penyelidikan Penghilangan Orang Secara Paksa Periode 1997-1998 sebagai bentuk komitmen pemerintah untuk menyelesaikan kejahatan penghilangan paksa dan menghentikan praktik Penghilangan Paksa di Indonesia,” ujar Jubir Petrus H Hariyanto, Kamis (18/1/2024).
Selama 9 tahun pemerintahan Jokowi, terutama pada periode ke-2 sejak 2019, FRD, IKOHI, dan Kawan ‘98 melihat Presiden Jokowi tidak punya inisiatif dan niat politik serius untuk menjalankan rekomendasi DPR tersebut.
Inisiatif politik yang dijalankan presiden sejak 2019 malah semakin memperkuat impunitas pada para pelaku penghilangan paksa aktivis 1997-1998 ditunjukan melalui tiga fakta politik.
Pertama, pada 23 Oktober 2019, Presiden Jokowi mengangkat pelaku utama penghilangan paksa aktivis 1997-1998 yaitu Prabowo Subianto sebagai Mentri Pertahanan (Menhan) dalam Kabinet Indonesia Maju Masa Jabatan 2019-2024.
Pengangkatan ini dapat dibaca sebagai upaya melindungi penjahat HAM dan memperkuat impunitas. The Guardian, media Inggris, menaruh judul, "Hari gelap HAM" ('Dark day for human rights': Subianto named as Indonesia's defence minister) terkait pengangkatan Prabowo sebagai Menhan tersebut.