Sebagai sebuah peluang bisnis, banyak warga yang berharap bisa mendapat cuan dengan menarik perhatian pengguna media sosial lainnya. Dalam konteks Pemilu 2024, jagat media sosial adalah peluang kontestan untuk merebut dukungan pemilih. Bila peluang itu dimanfaatkan secara positif dan bermartabat, tidak ada persoalan yang ditimbulkan.
Namun, masih saja banyak ditemukan informasi yang tidak layak disampaikan masih saja disebarkan. Padahal dampaknya bisa sangat luar biasa, menyakitkan dan merusak. Mungkin pengguna media sosial tidak memahami persoalan dampak ini, tapi bisa saja memahami tapi tidak peduli dengan dampak. Atau bisa saja sengaja untuk tujuan-tujuan tertentu.
Koneksi internet yang menyelimuti bumi membuat dunia menjadi tanpa batas. Dalam situasi ini, siapa memainkan apa untuk kepentingan apa menjadi bisa sulit ditelusuri. Setidaknya, media sosial bisa membuat negara lain menikmati bonus demografi Indonesia secara ekonomi atau bahkan ideologi.
Dengan bermedia sosial, siapapun bisa mengirim apapun. Bukan saja informasi berbentuk teks, tapi juga foto, grafis, audio hingga audio visual. Hal serupa yang dilakukan para jurnalis professional dengan media persnya.
Bedanya, para jurnalis bekerja dengan satu tujuan mulia, dengan niat baik memberi informasi bermanfaat untuk publik. Bukan sekadar menyebar informasi, mendidik, menghibur dan melakukan kontrol sosial, namun caranya harus dilakukan dengan bermartabat, dan memberikan nilai tambah positif bagi publik.
Tanpa kehilangan konteks, tidak akan pernah muncul caci maki keluar di media pers.
Dalam menjalankan tugasnya, para jurnalis bekerja dengan aturan regulasi yang ketat. Ada etika yang harus dipegang. Kode Etik Jurnalistik disepakati 29 organisasi pers pada 14 Maret 2006. Kemudian dinyatakan sebagai Peraturan Dewan Pers No. 6/Peraturan-DP/ V/2008 adalah Kode Etik Jurnalistik yang memenuhi syarat baik secara filosofis, sosiologis, dan normative;
Setidaknya kode etik ini melindungi 3 pihak;
1. Jurnalis, sehingga bisa leluasa dalam menjalankan fungsinya tanpa khawatir terhadang masalah.
2. Narasumber, sehingga bisa memberikan data, fakta dan informasi yang bisa dipertanggungjawabkan dengan leluasa.
3. Publik, sehingga mendapat informasi yang bekualitas, bermanfaat, dan bermartabat.