Polusi Informasi
Konsekuensi dari seiring terus bertambahnya warga yang aktif bermedia sosial, setiap saat semakin banyak informasi dikirim ke jagat maya. Setiap detik, bisa jutaan informasi disebar dari berbagai pelosok negeri. Tidak semuanya orisinal, banyak yang malah sekadar mengirim ulang, demi menambah jumlah pengunjung ke akunnya.
Pada satu sisi, berkah bagi publik karena mendapat lebih banyak informasi. Bila saja informasi yang disebar tersebut bukan saja benar, tapi juga baik dan bermanfaat, dampaknya tentu akan baik pula. Masalahnya, tidak jarang warga yang mengirim informasi yang sekadar benar, padahal tidak baik bagi publik.
Dalam banyak kasus, malah ada yang sengaja menyebar berita bohong yang diterima publik sebagai sebuah kebenaran. Atau salah memahami konteks, sehingga sebuah kebenaran yang baik disalah artikan menjadi hal yang berdampak buruk.
Dan yang terjadi kemudian adalah ‘polusi’ di langit informasi Indonesia. Polusi adalah pengotoran sebuah zat oleh zat lain yang tidak seharusnya ada. Dalam konteks polusi informasi, banyak informasi tidak banar, tidak bai.k dan tidak bermanfaat yang masuk ke ruang udara informasi yang seharusnya steril.
Maka jadilah, publik yang seharusnya hanya ‘menghirup’ udara informasi bermanfaat, kemudian terpaksa harus ‘menghirup’ kotornya langit informasi oleh informasi tidak bermanfaat , menyesatkan dan bisa berdampak buruk.
‘Langit Jernih Indonesia’
Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), melihat polusi informasi di Indonesia harus segera diatasi. IJTI berkomitmen turut memelopori gerakan membersihkan jagat maya udara langit Indonesia dari informasi tidak bermanfaat lewat gerakan ‘Langit Jernih Indonesia’. Caranya mengajak seluruh pihak bersama-sama membanjiri jagat maya Indonesia dengan informasi baik, benar dan bermanfaat.
Langkah pertama yang dilakukan adalah penguatan internal. Seluruh jurnalis anggota IJTI harus menjalankan kerja profesional sebagai jurnalis sebaik mungkin sesuai regulasi dengan membuat karya-karya berkualitas.
Karya-karya jurnalistik yang sudah dipublikasi di medianya masing-masing ini kemudian harus diamplifikasi seluas mungkin melalui seluruh platform sehingga bisa menutup celah informasi tidak yang bermanfaat dapat terakses publik.
IJTI dan para jurnalis yang tergabung dalam organisasi profesi lain tentu tidak bisa bekerja sendiri. Secara kuantitas, jumlahnya sangat sedikit dibanding penggiat media sosial yang juga bisa mengirim informasi bahkan lebih cepat dibanding jurnalis profesional.
Maka, sangat diharapkan publik menghitung secara matang sebelum mengirim apapun ke jagat media sosial. Jujur pada nurani, sebermanfaat apa informasi yang akan disebar. Berempatilah. Bayangkan bagaimana dampak yang bisa ditimbulkan setelah menyebar sebuah informasi.
Jangan tergoda menyebar informasi yang pada dasarnya mudah diterima publik, bila secara perhitungan tidak memberikan dampak yang baik.
Landasan dasar jurnalisme adalah kebaikan, maka tidak ada salahnya bila publik juga mengadopsi nilai luhur jurnalisme dalam bermedia sosial.
Bila hal ini dilakukan, maka jalan untuk mengatasi polusi informasi menjadi semakin mudah. Langit Indonesia akan jernih kembali, dan kita semua bisa menghirup udara kebaikan dengan sangat leluasa.
Penulis: Herik Kurniawan
Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)/ Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Pamulang
(Khafid Mardiyansyah)