RIYADH - Arab Saudi menyatakan penyesalannya atas kegagalan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) dalam mengadopsi rancangan resolusi penerimaan keanggotaan penuh Negara Palestina di PBB.
Amerika Serikat (AS) pada Kamis (18/4/2024) memveto rancangan resolusi tersebut, sebuah keputusan yang oleh kantor pemimpin Otoritas Palestina (PA) Mahmoud Abbas disebut sebagai agresi terang-terangan yang mendorong kawasan ini semakin jauh ke tepi jurang.
Selain Arab Saudi, Indonesia juga sangat menyesalkan kegagalan DK PBB untuk kesekian kalinya dalam mengesahkan resolusi mengenai keanggotaan penuh Palestina di PBB, dikarenakan veto oleh salah satu Anggota Tetap DK PBB.
Melalui akun resmi di X, MoFa Indonesia, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI), menegaskan kemajuan menuju keanggotaan penuh Palestina tersendat sejak Palestina memperoleh status negara pengamat PBB pada 2012, meskipun terdapat dukungan penuh dari mayoritas negara anggota PBB.
Seperti diketahui, AS pada Kamis (18/4/2024) secara efektif menghentikan PBB untuk mengakui negara Palestina dengan memberikan hak veto di DK PBB untuk menolak keanggotaan penuh Palestina di badan dunia tersebut.
Dewan memveto rancangan resolusi yang merekomendasikan kepada Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 orang agar Negara Palestina diterima menjadi anggota PBB. Adapun Inggris dan Swiss abstain, sementara 12 anggota dewan lainnya memilih ya.
“Amerika Serikat terus mendukung solusi dua negara. Pemungutan suara ini tidak mencerminkan penolakan terhadap negara Palestina, namun merupakan pengakuan bahwa hal ini hanya akan terjadi melalui perundingan langsung antar pihak,” terang Wakil Duta Besar AS untuk PBB Robert Wood kepada dewan, dikutip Reuters.
Duta Besar Palestina untuk PBB Riyad Mansour pun memgecam langkah AS.
"Fakta bahwa resolusi ini tidak disahkan tidak akan mematahkan keinginan kami dan tidak akan menggagalkan tekad kami. Kami tidak akan berhenti dalam upaya kami,” terangnya kepada dewan setelah pemungutan suara.
Dorongan Palestina untuk menjadi anggota penuh PBB terjadi enam bulan setelah perang antara Israel dan militan Palestina Hamas di Jalur Gaza, dan ketika Israel memperluas permukiman di Tepi Barat yang diduduki, yang dianggap ilegal oleh PBB.
(Susi Susanti)