Program Literasi Keagamaan Lintas Budaya menekankan pada pengembangan kompetensi agar kita mampu mengatasi masalah prasangka dan stereotip negatif kita terhadap orang yang berbeda agama, kepercayaan, atau bahkan berbeda budaya dari kita.
“Pada akhirnya, kita berani dan mampu membangun kerja sama dengan orang-orang yang berbeda tersebut, tanpa khawatir kita akan kehilangan identitas kita masing-masing yang unik,” ucapnya.
“Inilah Bhinneka Tunggal Ika yang sesungguhnya. Berbeda tetapi tetap satu. Satu tetapi tetap berbeda,” tandasnya Matius.
Direktur Eksekutif Maarif Institute, Andar Nubowo, menambahkan, teladan Sumpah Pemuda tetap relevan untuk terus digelorakan dan diwujudkan dalam dunia yang terpolarisasi. Invansi digital dan teknologi internet menjadi kendaraan bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menyebarkan ujaran kebencian, kabar palsu, dan berita bohong untuk memecah belah rasa kebangsaan dan kemanusiaan.
Dia menegaskan, kemerdekaan Indonesia tidak akan pernah terwujud jika sesama anak bangsa Indonesia terjebak pada identitas primordial dan kultural masing-masing. Sumpah Pemuda menjadi konsensus pertama dalam sejarah bangsa Indonesia untuk bersatu dan bekerja sama membangun dan mewujudkan imajinasi kemerdekaan dan kebangsaan Indonesia.
“Untungnya, keragaman bangsa Indonesia itu tidak menghambat kolaborasi dan sinergi, tetapi justru menjadi modal intelektual, sosial, dan politik untuk membina-bangun dan mewujudkan cita-cita bersama, yakni Indonesia merdeka, adil, makmur dan aman sentosa,” kata Andar.