JAKARTA - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati mengatakan, BMKG bersama Pemprov DKI Jakarta telah melakukan mitigasi puncak musim penghujan. Hal ini untuk meminimalisir dampak bencana hidrometeorologi atau banjir dengan melakukan operasi modifikasi cuaca (OMC) saat menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Bahkan puncak musim penghujan mendekati seperti yang terjadi pada 2020 silam. Namun, Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta, Teguh Setyabudi menyadari infrastruktur pengendalian banjir Jakarta hanya mampu menampung debit hujan 150 Mm/hari.
"Kami sebetulnya telah menyiapkan, menyiagakan kondisi ini dengan Pemprov DKI Jakarta sejak awal Desember 2024 untuk menghadapi ini (puncak musim penghujan). Sudah (ada langkah preventif) waktu itu potensinya akan menjadi ekstrem kami jabarkan kurang lebih hujannya mendekati seperti tahun 2020, dan Pak Pj Gubernur mengatakan kapasitas di Jakarta itu infrastrukturnya hanya 150 Mm/hari," kata Dwikorita dalam acara OneOnOne SindonewsTV, Kamis (30/1/2025).
"Jadi saat itu Pemprov DKI berkoordinasi untuk mengoptimalkan 150 Mm/hari itu kalau berisi sedimen juga akan berkurang dan melakukan modifikasi cuaca sebetulnya itu diprediksi terjadi di malam pergantian tahun makanya sebelumnya digeber modifikasi cuaca untuk mencegah ini sehingga Alhamdulillah kejadian tahun 2020 bisa dicegah meskipun hujannya kurang lebih sama karena ada periode ulang dalam konteks bukan hanya sekian tahun," lanjutnya.
Dwikorita juga menjelaskan intensitas hujan di wilayah Tangerang, Jakarta Barat, Jakarta Utara dan Jakarta Timur pada Selasa (28/1) melampaui ekstrem menembus hingga 250-264 Mm/hari.
"Jadi jika melihat peta ini ada warna pink yang dilingkari di atas oleh warna merah dan memanjang ke sebagian wilayah sana (Jawa Barat) ini menunjukkan yang pink ini intensitas hujan sudah melampaui ekstrem, ekstrem itu batasannya 150 Mm/hari ini pasti sudah melampaui 150 Mm artinya di wilayah Tangerang, Jakarta Barat, Jakarta Utara dan Jakarta Timur kemarin hujannya melampaui ekstrem yang merah ini di dalam kisaran ekstrem tadi 100-150 Mm/hari kalau ini diatas 150 Mm, bahkan ada yang sampai 250 Mm/hari, 264 Mm/hari itu melampaui ekstrem," jelasnya.
Lebih lanjut, Dwikorita mengatakan penyebab cuaca ekstrem terjadi akibat dua hal yakni serbuan udara dingin dari dataran tinggi Siberia dan fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO) atau arak-arakan awan hujan yang melintas di garis khatulistiwa Samudera Hindia.
"Salah satu penyebab hujan ekstrem ini serbuan udara dingin dari pegunungan atau dataran tinggi Siberia itu salah satu penyebabnya,"ujarnya.