Sejumlah kebijakan memang dinilai menjadikan Mataram berkembang, mulai dari pembentukan jabatan Rakryan Kanuruhan yang setingkat dengan jabatan Perdana Menteri, dan Rakryan Mahapatih yang dipegang Mpu Daksa, sebagaimana tercatat pada Prasasti Watukura berangka 27 Juli 902.
Dyah Balitung juga memerintahkan Mpu Sudarsana atau Rakai Welar penguasa lokal setempat, untuk membangun kompleks penyeberangan bernama Paparahuan di tepi Sungai Bengawan Solo, yang ada pada Prasasti Telang berangka 11 Januari 904.
Tak cukup sampai di situ, Dyah Balitung juga melarang penarikan pajak - pajak dari desa sekitar Paparahuan. Bahkan Dyah Balitung melarang penduduknya memungut upah atau biaya dari para penyeberang sungai terpanjang di Pulau Jawa itu. Pembebasan pajak pula dilakukan di Desa Poh yang mendapatkan tugas untuk mengelola bangunan suci Sang Hyang Caitya dan Silungkung, sebagaimana ada pada Prasasti Poh, 17 Juli 905.