PASUKAN Belanda benar-benar dibuat kerepotan dengan strategi Perang Jawa yang dijalankan oleh Pangeran Diponegoro bersama pasukannya. Bahkan, pasukan kolonial itu terpaksa mendatangkan bala bantuan dari luar Pulau Jawa demi menangkap sang pangeran dan mematahkan perlawanan sengit rakyat.
Bala bantuan dari luar Jawa tiba pada pertengahan September 1825. Ribuan pasukan dari Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan didaratkan di Pulau Jawa, dengan fokus di wilayah tengah, yakni daerah yang kini termasuk Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Belanda juga merekrut mata-mata dari kalangan warga pribumi untuk mencari informasi tentang keberadaan Pangeran Diponegoro. Namun, medan hutan belantara dan kondisi geografis yang tidak dikenali membuat pergerakan pasukan Belanda lambat. Ditambah lagi, taktik gerilya Pangeran Diponegoro yang tak terduga membuat Belanda frustrasi dan kesulitan melakukan pengejaran.
Pada pertengahan September 1825, pasukan luar Jawa mulai mendarat di pelabuhan-pelabuhan di pantai utara Pulau Jawa sesuai perintah operasi.
Pasukan dari Supa (Sulawesi Selatan) berjumlah 561 orang di bawah Jenderal Mayor van Geen mendarat di Semarang. Van Geen kemudian diangkat sebagai panglima tentara lapangan dan langsung diperintahkan bergerak ke pedalaman Keresidenan Semarang.
Pasukan dari Kalimantan Barat berkekuatan 211 orang di bawah Mayor Sollewijn mendarat di Demak, pasukan dari Kalimantan Selatan di bawah Kapten Roest mendarat di Rembang dan langsung bergerak ke Madiun, lalu pasukan dari Sumatera Barat di bawah Kapten Michiels mendarat bersama Letnan Kolonel Cleerens.
Dan di Bagelen, kekuatan tambahan dari luar Jawa dikerahkan ke Tegal, yaitu sebanyak 510 prajurit, diperintahkan memperkuat pasukan lokal yang berjumlah 1.466 orang.
Setelah seluruh pasukan berhasil masuk ke wilayah Jawa, Jenderal de Kock memerintahkan Komandan Garnisun Surakarta Letnan Kolonel Cochius untuk bergerak menuju Yogyakarta. Kekuatan yang dibawa meliputi dua kompi infanteri hulptroepen, satu peleton huzar (infanteri berkuda), satu kompi dragonder (kavaleri ringan), dan unit artileri.
Pasukan Cochius berhasil memasuki Yogyakarta. Langkah selanjutnya, de Kock merencanakan operasi militer besar-besaran untuk merebut kembali kota tersebut dan melanjutkan serangan ke markas Diponegoro di Selarong. Pada 22 September 1825, Jenderal de Kock tiba di Klaten dengan membawa tiga kolone pasukan atau sekitar 7.500 tentara.
(Awaludin)