JAKARTA – Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa pemberian abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto merupakan pelaksanaan hak prerogatif Presiden RI sesuai dengan konstitusi. Oleh karena itu, hal tersebut bukan merupakan kebijakan yang istimewa.
Kebijakan serupa sudah lazim dilakukan oleh presiden-presiden sebelumnya dan merupakan bagian dari pertimbangan yang lebih luas demi kepentingan negara.
"Ini bukan soal hukum semata, tapi konstitusi. Pasal 14 UUD 1945 secara jelas memberikan kewenangan kepada presiden untuk memberikan amnesti dan abolisi. Presiden Prabowo dalam hal ini menjalankan hak konstitusionalnya sebagai kepala negara," kata Habiburokhman, Minggu (3/8/2025).
Permintaan amnesti dan abolisi memang diputuskan oleh presiden terlebih dahulu, dan kemudian meminta pertimbangan dari DPR RI — bukan sebaliknya. Dalam konteks ini, DPR memberikan persetujuan sebagai bentuk dukungan terhadap kebijakan negara yang lebih luas.
Legislator Partai Gerindra itu juga menyoroti bahwa kebijakan amnesti dan abolisi telah berkembang dalam lima tahun terakhir, khususnya sebagai respons terhadap persoalan overkapasitas lembaga pemasyarakatan, yang mayoritas diisi oleh pelaku kejahatan ringan dan pengguna narkoba.
Menanggapi dua nama yang belakangan menyita perhatian publik, yakni Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto, Habiburokhman menjelaskan bahwa keduanya tidak melakukan tindak pidana yang memperkaya diri atau merugikan keuangan negara.
Kegaduhan politik yang timbul akibat perkara tersebut dinilai tidak produktif. Kebijakan Presiden Prabowo dipandang sebagai langkah tepat untuk menjaga stabilitas nasional.
“Ini soal menjaga persatuan demi NKRI. Dan tentu presiden punya pertimbangan yang lebih luas, yang tidak selalu bisa dijelaskan secara hukum,” tuturnya.
Habiburokhman juga mengingatkan bahwa hak prerogatif presiden dalam bidang hukum bukanlah hal baru. Sejak era Presiden Soekarno hingga Joko Widodo, amnesti dan abolisi telah berkali-kali diberikan.
Ia menyebutkan contoh historis seperti Keppres Nomor 449 Tahun 1961 untuk tokoh-tokoh gerakan pascakemerdekaan, hingga Keppres Presiden Jokowi pada tahun 2016, 2019, dan 2021 untuk korban jeratan UU ITE.
“Presiden SBY juga pernah memberikan pengampunan kepada pihak Gerakan Aceh Merdeka. Jadi, ini bukan kebijakan luar biasa. Ini adalah bagian dari tugas kenegaraan,” pungkasnya.
(Fetra Hariandja)