JAKARTA – Indonesia meluncurkan peta jalan dan panduan aksi karbon biru di Konferensi Iklim Dunia (COP30). Panduan ini menjadi ‘senjata’ untuk melawan perubahan iklim, yakni dengan memanfaatkan karbon biru.
Menurut Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq, hal tersebut menjadi langkah penting untuk menyatukan strategi darat dan laut. “Peluncuran dokumen ini menunjukkan kepemimpinan Indonesia dalam menghubungkan aksi darat dan laut. Kami ingin memastikan kontribusi karbon biru dapat terintegrasi secara utuh dalam sistem nilai ekonomi karbon dan pasar karbon nasional,” ujar Hanif dalam keterangannya, dikutip Rabu (19/11/2025).
Apalagi, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia. Setidaknya dengan peta jalan dapat memandu pemerintah, nelayan, serta semua pihak dalam menjaga sekaligus memanfaatkan laut dengan benar.
Karbon biru merupakan istilah terkait kemampuan ekosistem laut dan pesisir, mulai dari hutan bakau (mangrove), padang lamun, dan rawa asin, yang dapat menyerap dan menyimpan polusi karbon. Bahkan, lebih besar dari hutan di darat.
Banyak manfaat dari karbon biru, di antaranya sebagai penyelamat Iklim, di mana mangrove dan padang lamun adalah penyerap karbon yang sangat efisien. Hal ini tentu bisa mengurangi mengurangi pemanasan global.
Kemudian, menjadi penjaga pesisir yang berfungsi sebagai benteng alami yang melindungi desa-desa pesisir dari ombak besar, badai, dan abrasi atau pengikisan pantai.
Di sisi lain, kata Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, ekosistem ini bisa menjadi sumber rezeki baru. Di mana, laut yang sehat bisa berimbas pada tangkapan ikan yang melimpah. Selain itu, mangrove yang terjadi bisa menjadi sumber ekonomi lokal berupa ekowisata atau budidaya yang ramah lingkungan.
“Ekosistem karbon biru adalah aset iklim yang sangat berharga bagi Indonesia. Peta jalan ini adalah kerangka aksi yang menghubungkan sains, kebijakan, dan pendanaan,” ujar Sakti.
Peta jalan tersebut merupakan gotong royong (KKP), KLH/BPLH, dan Kementerian Kehutanan.Peta Jalan ini adalah hasil kerja gotong royong dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), KLH/BPLH, dan Kementerian Kehutanan. Selain itu, ada juga dukungan teknis dari Global Green Growth Institute (GGGI) dan pendanaan dari Pemerintah Kanada.
(Arief Setyadi )