Sesekali Shuniyya Ruhama Habiiballah yang dibalut kerudung coklat dan long dress batik coklat muda itu melemparkan senyum. Namun tak jarang dengan mimik muka serius, Shuniyya memaparkan pendapatnya mengenai persoalan -persoalan yang dihadapi kaum waria dewasa ini.
"Ada banyak hal yang sebenarnya itu menjadi urusan individu tapi dihubung-hubungkan dengan publik,yang kadang-kadang menyangkut religiusitas,” ujar penulis catatan harian seorang waria, berjudul Jangan Lepas Jilbab ku itu.
Shuniyya adalah Sekjen Forum Komunikasi Waria Indonesia. Sore akhir pekan lalu, okezone mewawancarainya di sebuah kedai es kelapa di bilangan Duren Tiga Mampang Jakarta Selatan.
Lulusan Fakultas Sosiologi UGM 2004 yang berpredikat cum laude ini melayani pertanyaan-pertanyaan okezone seputar kontroversi perubahan status kelamin Nadia Ilmira Arkadia oleh Pengadilan Negeri Batang Jawa Tengah 22 Desember 2009. Berikut petikan wawancaranya.
Bagaimana pandangan Anda dengan tereksposnya kasus Nadia?
Ada sebuah pertanyaan mengapa fenomena ini muncul ke publik. Memang ada unsur kesengajaan Nadia yang bersangkutan atau ada pihak-pihak tertentu yang akan membesar-besarkan masalah ini. Inilah yang harus dijawab sejujur-jujurnya. Kalau ini memang sesuatu yang sengaja dibesar-besarkan ini sebenarnya ada apa? Atau jangan-jangan ada isu tertentu yang ingin ditutup-tutupi dan ini sebagai pengalihan isu. Karena masalah ini sangat tidak bijaksana bila dibesar-besarkan.
Nadia berhasil mengubah statusnya menjadi wanita melalui Pengadilan, menurut Anda?
Ini bukan menyangkut Nadia individu, karena ini juga berkaitan dengan medis. Kalau sampai Nadia sudah sampai melalui tahap itu, itu kan sebuah proses legal formal dan secara hukum medis. Jadi tidak bisa dong orang dengan seenaknya menghancurkan pendapat kemedisan itu. Karena itu kan ilmiah (operasi Nadia sesuai medis).
Gunjingan terhadap Nadia menyangkut nilai-nilai agama?
Ada banyak hal yang sebenarnya itu menjadi urusan individu tapi dihubung-hubungkan dengan publik, yang kadang-kadang menyangkut religiusitas tertentu. Padahal kita harus melihat, kapan seseorang itu sebagai makhluk religi, kapan dia menjadi makhluk individu dan kapan dia menjadi makhluk sosial.
Kalau dilihat dari religiusitas,itu kan sebenarnya hubungan yang transendental antara dia dengan tuhannya, siap atau tidak, mau atau tidak, dia harus mempertanggungkan itu kepada tuhannya.
MUI menggugat Pengadilan yang mengesahkan perubahan status kelamin Nadia?
Sebagai manusia kita harus melihat dengan kacamata jernih, dan harus menyerahkan semua pada ahlinya. Dalam kaitannya dengan Nadia bisa ditanyakan ke psikolognya, ahli medisnya, ahli genetiknya. Orang-orang yang berkompeten itulah yang harus berbicara terlebih dahulu sebelum orang-orang yang mengatasnamakan sosial, agama, budaya atau apapun, karena hal tersebut tidak dapat di overgeneralisir. Kalau ada lembaga-lembaga keagamaan (MUI) sampai mengadukan ke Komisi Yudisial saya pikir itu bukan pada tempatnya. Tapi sebagai negara demokrasi kita tetap harus terima itu.
Orang takut, keputusan Pengadilan itu akan Memunculkan Nadia-Nadia baru?
Ada seseorang yang mengatakan "Kalau semua bisa jadi Nadia, lalu dunia mau jadi apa." Saya pikir orang tersebut mengalami kebuntuan berpikir dengan cara mengovergeneralisir sebuah perkara yang sebenarnya itu hanya satu dan kemudian khayalan-khayalan yang kemana-mana dan akhirnya akan menyimpulkan segala sesuatu itu sama. Kan mana mungkin semua akan menjadi sama dengan Nadia.
Keputusan Nadia mengganti kelamin sudah tepat?
Seseorang memiliki derajat transeksual yang berbeda-beda. Bagaimana seseorang menyikapi transeksual yang dia sandang. Bisa jadi si A tidak masalah dengan transgendernya, tapi bisa juga ada yang membutuhkan pertolongan untuk dilakukan penyempurnaan-penyempurnaan tertentu dari hal yang ringan sampai hal yang terberat. Di sisi lain mungkin dia ingin berikhtiar untuk menjadi sesuatu yang terbaik.
Nadia mempunyai hak untuk menjadi dirinya sendiri. Kan kesuksesan seseorang itu tidak dapat diukur dengan apa-apa. Tapi bagaimana dia menjalani hidup dengan enjoyable dan happiness.
Sebenarnya kasus ini langka atau biasa saja?
Apa yang dilakukan Nadia ini, bukan hanya terjadi pada dia saja. Ada 100 bahkan lebih orang yang melakukan sama. Cuma bedanya yang Nadia ini terpublikasikan dan yang lain tidak. Jadi mungkin sama saja.
Dan memang hal-hal seperti itu tidak penting untuk dipublikasikan, karena ini kan privat. Apa yang dilakukan Nadia itu kan menyangkut kepentingan pribadi. Kecuali Nadia mengubah (transeksual) untuk menghilangkan jejak dalam kasus kejahatan, itu beda kasusnya.
(Fitra Iskandar)