JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang mengkaji rencana memundurkan jam masuk sekolah menjadi pukul sembilan pagi. Sebelumnya, rata-rata siswa di Ibu Kota masuk pukul 06.30 WIB. 
Wacana ini muncul sebagai alternatif solusi kemacetan di Jakarta. Sontak, kontroversi pun muncul. Ada orangtua yang setuju, ada juga yang tidak setuju. Semua memiliki alasan masing-masing. 
Ranny Supusepa memiliki tiga anak yang menempuh pendidikan di Jakarta. Anak tertuanya kini duduk di kelas IX. Anak kedua dan ketiga Ranny masih menempuh pendidikan dasar, di kelas dua dan tiga SD. 
Setiap hari, ujar Ranny, si sulung harus berangkat pukul 5.30 WIB agar tidak terlambat masuk sekolah pada pukul 06.30 WIB. Terkadang, dia harus berangkat pukul 5.15 WIB untuk menghindari kemacetan. Jarak dari rumah ke sekolah anak pertamanya memang lumayan jauh. 
"Kasihan sebenarnya melihat anak saya setiap hari seperti itu," kata Ranny, ketika berbincang dengan Okezone, Kamis (3/4/2014). 
Pegawai sebuah percetakan ini menimbang-nimbang rencana memundurkan jam sekolah menjadi pukul sembilan pagi. Jika masuk lebih siang, anak-anak Ranny bisa mempersiapkan diri dengan lebih tenang di rumah. Mereka bisa sarapan dan berangkat tidak terburu-buru. 
Tetapi, Ranny mempertanyakan jam pulang sekolah. Pukul berapa anak-anaknya akan keluar kelas dan tiba di rumah? Jika sekolah selesai pukul empat sore, maka anak-anak juga akan terkena macet di jalan dan sampai di rumah setelah hari gelap. 
"Jadi, kalau memang mau diterapkan masuk jam sembilan, pemerintah juga harus mempertimbangkan waktu pulangnya. Selain itu, bagaimana dengan makan siang anak-anak? Sebab, kan, enggak semua sekolah punya kantin yang memadai dan makanannya terjamin," papar wanita 36 tahun itu. 
Ranny memperkirakan, kebijakan masuk sekolah pukul sembilan pagi akan menambah pos pengeluaran untuk biaya makan siang dan transportasi anak. Tidak hanya itu, anak-anak yang sudah menempuh pendidikan menengah pasti akan lebih lama berada di sekolah karena kegiatan ekstrakurikuler dan pendalaman materi. 
"Akibatnya, mereka pulang ketika hari sudah gelap. Sebagai orangtua, tentu saya akan lebih khawatir dengan keselamatan anak saya di jalan. Lebih riskan," imbuhnya. 
Memundurkan jam masuk sekolah bukanlah solusi paling tepat. Menurut Ranny, cara ini hanya akan memindahkan masalah kemacetan di pagi hari ke sore hari. 
Tanpa anak sekolah saja, kata Ranny, lalu lintas Jakarta sudah sangat padat. Kalaupun mau bicara solusi kemacetan, maka pemerintah perlu memperbaiki sistem transportasi umum. 
"Dan kita enggak bicara satu dua tahun ke depan. Perombakan sistem transportasi umum ini harus menjadi program kontinyu dan konsisten, siapa pun pemimpinnya. Jangan sampai ganti gubernur lalu kebijakan juga berganti," tuturnya tegas.
(Rifa Nadia Nurfuadah)