Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Ketika Wartawan Dibunuh dan Diberangus Penguasa Lalim (8)

Arpan Rachman , Jurnalis-Selasa, 13 Januari 2015 |19:15 WIB
Ketika Wartawan Dibunuh dan Diberangus Penguasa Lalim (8)
Ketika Wartawan Dibunuh dan Diberangus Penguasa Lalim (Foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA – Data yang telah didokumentasi Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (AJI) menunjukkan bahwa serangan spontan terhadap pekerja media nampaknya semakin sering terjadi.

Dalam lima tahun terakhir, AJI telah menghitung 247 serangan terhadap wartawan –tidak hanya di Jakarta– dilakukan oleh pekerja partai politik para guru, pengusaha hingga siswa SMA.

Memerhatikan data yang didokumentasi AJI, saya melihat banyak dari serangan itu tertuju pada jurnalis foto dan juru kamera TV. Pada umumnya, serangan dilakukan secara mendadak dan biasanya dilakukan oleh keengganan seseorang untuk difoto atau divideo.

Dalam beberapa kasus, serangan terhadap wartawan terjadi saat tengah meliput perkelahian antara dua kelompok, dan terkadang menjadi korban salah sasaran. Ada juga sebuah insiden di mana slogan pada t-shirt yang dikenakan wartawan membuat tersinggung orang-orang yang sedang mereka liput; dan akibatnya si wartawan tidak hanya dipukul dan ditendang, tapi dia juga dipaksa melepas t-shirtnya itu.

Namun, salah satu serangan yang paling kontroversial dipicu oleh siswa SMA di Jakarta pada tahun 2011. Kejadian tersebut dimulai ketika siswa menyita rekaman video dari seorang wartawan TV yang baru saja selesai meliput perkelahian antara pemuda.

Seminggu kemudian, beberapa wartawan kembali ke sekolah untuk menggelar protes terhadap serangan terhadap rekan mereka. Alih-alih mendapatkan simpati dari pejabat sekolah, mereka malah dipukuli oleh para siswa. Setidaknya salah satu wartawan harus dirawat di rumah sakit.

Hingga Oktober, AJI telah mencatat 35 serangan lebih sepanjang 2014. Mantan Ketua AJI Eko Maryadi menyatakan, “Impunitas adalah musuh yang nyata, dan kekerasan hanya bagian dari itu. Tidak ada yang telah tertangkap, belum ada yang dibawa ke pengadilan setelah terjadi pelecehan terhadap wartawan. Belum ada shock therapy. (Dewasa ini) memukul jurnalis telah menjadi satu hal yang lazim, dan itu akan terulang.”

Akankah hal itu tidak menjadi lebih buruk? Yang pasti, Filipina telah menunjukkan apa yang bisa terjadi ketika secara faktual orang bisa lolos dari jerat hukum. Menurut CMFR, empat wartawan telah tewas di Filipina sejak awal 2014. Di antara mereka adalah penyiar radio lokal Samuel Oliverio, yang ditembak di wajah dan leher pada Mei 2014 di Digos City. CPJ sedang melakukan investigasi untuk mengetahui apakah pembunuhan itu ada hubungannya dengan pekerjaan dia. (Tamat)

Artikel ini disajikan dalam rangka The Southeast Asian Press Alliance (SEAPA)’s Annual Journalism Fellowships (SAF-2014). Donny Sanjaya Suparman adalah Wartawan TV yang bekerja pada Stasiun Trans 7. Tema SAF-2014 adalah “Promoting a regional understanding of impunity in journalists killing in the Philippines.” Tulisan ini diterjemahkan dari English ke Bahasa oleh Wisnu T Hanggoro.

(Susi Fatimah)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement