Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Kombatan Kartini AS Berjudi Nyawa Demi Indonesia Merdeka

Randy Wirayudha , Jurnalis-Selasa, 21 April 2015 |06:30 WIB
Kombatan Kartini AS Berjudi Nyawa Demi Indonesia Merdeka
Ktut Tantri (kanan) bersama Bung Tomo yang sosoknya diperankan dan diangkat kembali pada Peringatan Pertempuran Surabaya (Foto: Randy Wirayudha/Okezone)
A
A
A

SIAPA bilang hanya perempuan pribumi yang berani berjudi dengan nyawa sebagai kombatan pejuang di negeri ini? Ktut Tantri contohnya. Asalnya memang Amerika Serikat (AS), tapi kecintaannya pada Indonesia tak kalah dari para Kartini tempur lainnya macam Zus Susilawati atau si Pending Emas, Herlina Kasim.

Nama aslinya dikatakan Susan Daventry Walker. Ada pula yang menyebutnya Muriel Stuart Pearson. Tapi, dia lebih memilih nama Ktut Tantri, panggilan yang didapatnya kala bertualang karena ketertarikannya pada keindahan Bali.

Namun, kenikmatannya menjelajah Pulau Dewata terusik perlakuan tentara pendudukan Belanda yang semena-mena. Dari situ timbul jiwa Ktut Tantri untuk berpihak pada perlawanan terhadap Belanda.

“Dia sudah punya pandangan sejak awal remaja bahwa semua manusia dilahirkan sama. Dia tak suka dengan perbudakan atau cara pandang bangsa lain sebagai kasta yang lebih rendah, seperti Belanda memperlakukan orang-orang Indonesia,” terang penggiat sejarah Komunitas Roode Brug Soerabaia, Ady Erlianto Setiawan, kepada Okezone.

Belum lagi ketika Perang Dunia II pecah dan mencapai pasifik. Statusnya sebagai seorang AS, membuatnya ditangkap dan bahkan disiksa tentara pendudukan Jepang yang kala itu berganti menguasai Nusantara.

“Dia ditangkap dan disiksa Kempeitai (Polisi Militer Jepang) karena dianggap mata-mata Amerika. Memang, dia saat itu sudah terlibat gerakan bawah tanah bersama orang-orang Indonesia,” tambahnya.

Singkat kata, setelah Jepang menyerah, Ktut Tantri yang mampu bertahan dirawat dan bertemu teman kecil yang pernah membantunya menunjukkan jalan ketika baru mendarat di Indonesia, untuk menuju Bali dari Batavia (kini Jakarta).

Pito namanya. Ketika bertemu lagi, Pito sudah berpangkat letnan dan mempertemukan Ktut Tantri dengan Bung Tomo, tokoh pejuang Surabaya.

“Sebuah pertemuan yang mengharukan. Pito bilang akan mengantarnya (pulang) ke Amerika. Tapi di sisi lain, dia dibutuhkan dalam revolusi. Ktut memutuskan ikut revolusi,” lanjutnya.

“Dia terlibat aksi-aksi spionase, juga penyelundupan sparepart radio. Ktut juga pernah menyamar sebagai anggota Palang Merah Internasional membawa ambulans dan pasien ‘jadi-jadian’ untuk menerobos blokade Belanda,” sambung Ady.

Pascarevolusi, kombatan berjuluk “Surabaya Sue” itu meninggalkan Indonesia, sekira medio 1960 untuk pindah ke Sydney, Australia, dan menghembuskan napas terakhir pada 27 Juli 1997.

Kisah Ktut Tantri terbilang masih jarang diketahui khalayak di Indonesia. Pun begitu, menilik perjuangannya, sangat layak untuk diteladani para kartini masa kini.

“Seorang Ktut Tantri siap memperjuangkan langkahnya dalam menegakkan apa yang dia anggap itu adalah kebenaran. Dia tak pernah jera sekalipun pernah merasakan kejinya (siksaan) Kempetai,” ujarnya lagi.

“Menegakkan hal benar mudah diucapkan. Tapi untuk sungguh-sungguh melakukan itu, pada kenyataannya tidaklah semudah pengucapannya,” pungkas Ady.(raw)

(Syukri Rahmatullah)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement