Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Prosedur Keamanan Laut yang Ada Sudah Ideal

Silviana Dharma , Jurnalis-Senin, 22 Agustus 2016 |20:33 WIB
Prosedur Keamanan Laut yang Ada Sudah Ideal
Deputi Kedaulatan Maritim RI, Arief Havas. (Foto: dok. Kemlu RI)
A
A
A

JAKARTA - Prosedur keamanan laut menjadi salah satu hal yang dibahas dalam Simposium Internasional Asia 2016 bertajuk 'Isu Keamanan Laut Kontemporer di Kawasan Asia'. Terkait hal tersebut, Deputi Kedaulatan Maritim Indonesia Arief Havas Oegroseno memaparkan, prosedur keamanan laut yang ideal sebenarnya sudah termaktub dalam rancangan kerja (work plan) yang ada selama ini.

Contohnya, seperti yang dirumuskan dalam ASEAN Regional Forum (ARF), ASEAN Defence Ministerial Meeting (ADMM), Center for Southeast ASEAN Studies (CSEAS) dan East African Maritime Security Summit (EUCAP). Semua merupakan prosedur keamanan maritim yang dibuat oleh para ahli di bidangnya.

"Di kawasan Asia itu banyak sekali arsitektur keamanan laut yang handal. (Agar laut tetap terjaga keamanannya, idealnya,) melalui diskusi-diskusi di forum internasional itu. Kan ada juga prosedur (hukum) terkait masalah perikanan," terangnya saat ditemui dalam acara Simposium Internasional Asia 2016, Jakarta pada Senin (22/8/2016).

Namun begitu, Havas menyayangkan semua itu tidak terlalu terkoordinasi dengan baik. Sehingga hasilnya sampai sekarang belum terlalu maksimal. Beberapa pencegahan pecahnya konflik dan sejenisnya memang sudah ada yang tercapai. Keberhasilan itu diperoleh karena para pelaku hubungan luar negeri, diplomat, tentara dan instansi lain yang terkait telah bersedia duduk dalam suatu konferensi.

"Mereka rata-rata satu sama lain kenal sekarang ini. Jadi itu sudah berjalan baik. Hanya outcome-nya yang sampai sekarang masih bersifat akademis. Jadi harus digali lagi. Agar sifatnya lebih bisa menyentuh pada kondisi praktis di lapangan," terangnya.

Puluhan pakar hukum kedaulatan perairan internasional siang tadi berkumpul di Hotel Shangri-La, Jakarta untuk membicarakan soal keamanan maritim di kawasan Asia. Diskusi terutama berfokus pada sengketa Laut China Selatan, Pulau Ligitan, Natuna dan lainnya di Asia Tenggara dan sekitarnya.

Lembaga Perdamaian Dunia PBB sejatinya sudah merumuskan ketentuan universal untuk menentukan batas wilayah perairan, yakni melalui Hukum Konvensi Laut Internasional (UNCLOS). Salah satunya bisa diukur dengan menarik garis batas dari pantai terluar daratan utama sejauh 200 mil atau disebut zona ekonomi eksklusif.

Sayangnya, banyak negara akhirnya main klaim berdasarkan catatan geografis lama. Lalu menolak ketentuan UNCLOS yang adalah rembukan dari sedikitnya 167 negara. Konflik pun tak terhindarkan. Demi mendapat pengakuan komunitas internasional, akhirnya dikerahkanlah segala upaya untuk mempertahankan kekuasaan di daerah sengketa.

Misalnya yang dilakukan China dengan meningkatkan aktivitas militernya di Pulau Hainan hingga Kepulauan Paracel. Padahal sudah tahu kawasan ini juga sedang diklaim oleh Taiwan dan Vietnam. Lalu pembangunan dermaga kapal perang di Kepulauan Diaoyu, yang diklaim Jepang bernama Pulau Senkaku.

Indonesia juga termasuk negara yang punya sengketa perairan, seperti di Ligitan dengan Malaysia. Lalu bicara isu keamanan laut, seringnya pelaut Indonesia mendistribusikan barang lewat perairan Filipina Selatan, malah membuahkan puluhan penyanderaan terhadap ABK kita.

(Silviana Dharma)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement