SIDANG umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 1993 menetapkan 3 Mei sebagai hari Kebebasan Pers Sedunia. Penetapan dilakukan untuk memperingati prinsip dasar kemerdekaan pers, mengevaluasi kebebasan pers sedunia, mempertahankan media dari serangan terkait kebebasan tersebut, dan menghormati para jurnalis yang meninggal dunia saat menjalani kerja jurnalistik.
“Wartawan pergi ke wartawan pergi ke tempat-tempat berbahaya untuk menyuarakan mereka yang tidak bisa bersuara. Pekerja media mengalami pembunuhan karakter, pelecehan seksual, penjara, cedera, bahkan kematian,” tutur Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, mengutip dari situs resmi UNESCO, Rabu (3/5/2017).
“Kita butuh para pemimpin untuk melindungi kebebasan media. Hal ini penting untuk melawan munculnya informasi yang salah. Kita butuh semua orang untuk mempertahankan hak untuk memperoleh kebenaran. Saya meminta hentikan kekerasan terhadap jurnalis,” sambung mantan Perdana Menteri Portugal itu.
Antonio Guterres menambahkan, kebebasan pers membawa perdamaian dan keadilan bagi semua orang. Ketika para jurnalis terlindungi saat melakukan kerjanya, maka akan ada kata-kata dan gambar-gambar yang dapat mengubah dunia kelak.
Badan PBB untuk Kebudayaan dan Pendidikan (UNESCO), bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dan Dewan Pers, mengadakan peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia di Balai Sidang Jakarta (JCC), Senayan, pada 1-4 Mei 2017. Tema yang diambil untuk tahun ini adalah “Critical Minds for Critical Times: Media’s Role In Advancing Peaceful Just And Inclusive Societies”.
Salah satu gelaran penting peringatan tersebut adalah pemberian anugerah “Guillermo Cano World Press Freedom Prize” untuk menghormati individu, organisasi, atau institusi yang berjasa dalam membela atau mempromosikan kebebasan pers di seluruh dunia. Penghargaan tersebut pertama kali diperkenalkan pada 1997.
(Dawit Isaak. Foto: UNESCO)
Wartawan asal Swedia kelahiran Eritrea, Dawit Isaak, akan diberikan penghargaan tersebut pada 4 Mei 2017. Ia ditangkap dalam pada September 2001 di Eritrea. Namun, keberadaan pria itu tidak diketahui sejak 2005. Dawit Isaak dianggap berjasa atas keberanian, perlawanan, dan komitmen untuk kebebasan berekspresi. Rekomendasi tersebut diberikan langsung oleh Direktur Umum UNESCO Irina Bokova.
Penghargaan tersebut diberi nama sesuai dengan wartawan Kolombia, Guillermo Cano Isaza. Ia dibunuh di depan kantor harian El Espectador tempatnya bekerja di Bogota pada 17 Desember 1986. Presiden Joko Widodo dijadwalkan memberikan penghargaan tersebut bersama dengan Direktur Umum UNESCO Irina Bokova.
(Rifa Nadia Nurfuadah)