DEPOK – Sayup-sayup dari kejauhan terdengar tabuh suara drum berpadu dengan alunan alat musik dari bambu, yakni calung, membentuk instrumen musik yang terdengar merdu mengalun di sisi selatan Jalan Boulevard Raya Grand Depok City, Depok, Jawa Barat, pada Minggu, 22 April 2018.
Suara merdu itu berasal dari sekelompok anak muda yang tengah memainkan beragam alat musik bernama calung. Para pemuda itu menamakan dirinya komunitas Srikandi Calung Musik, Pemuda Margadana City (PMC).
Dengan wajah semringah, keenam pemuda asal Tegal itu yang tergabung dalam band itu secara beriringan memainkan alat musik, terdiri atas calung, dan satu set drum modifikasi dan gendang yang terbuat dari drum dilapisi karet di salah satu sisinya.
Sekadar diketahui, calung—yang terbuat dari bambu—merupakan alat musik tradisional dari Jawa Barat. Berbeda dengan angklung yang dimainkan dengan cara digoyangkan, calung dimainkan dengan cara memukul bilah atau ruas tabung bambu yang tersusun dalam tangga nada.

Kelompok itu umumnya memainkan lagu genre dangdut koplo. “Jaran Goyang”, “Perahu Layar”, “Bojo Ku Galak” adalah beberapa judul lagu yang kerap dimainkan oleh sekelompok pemuda seniman tersebut. Tak ketinggalan, Pemuda Margadana City (PMC) juga memainkan lagu-lagu Jawa. Lagu-lagu itu dibawakan dengan penuh semangat oleh band yang kerap tampil di sekitar GDC itu.
Aksi para seniman jalanan itu tampak cukup menguras tenaga. Tampak pula keringat perlahan mengucur dari tubuh para pemuda asal Tegal itu. Meski begitu, lagu demi lagu tetap mereka bawakan dengan semangat untuk menghibur pengendara dan pejalan kaki yang melintas di sisi selatan kawasan GDC, Depok. Bahkan tak jarang pengunjung memesan lagu kesukaannya untuk dibawakan oleh sekelompok pemuda tersebut.
"Kelompok kami namanya Pemuda Margadana City (PMC). Maksudnya anak-anak dari Kampung Margadana di Tegal, Jawa Tengah. Tujuan saya mau menghibur masyarakat sambil melestarikan budaya calung untuk dibawa ke Depok. Soalnya kan di Depok banyak warganya yang belum mengenal musik calung jadi biar tahu semua," kata Saputra, pemain alat musik calung kepada Okezone di Depok, Jawa Barat.
Saputra—atau akrab disapa Sam—mengaku kelompoknya belum lama datang ke Depok. Kelompok pemuda asal Tegal itu pun belum begitu mengenal seluk-beluk jalanan Kota Depok guna mengenalkan musik tradisional itu ke warga setempat.
"Saya belum ke mana-mana, baru di Depok aja karena baru sebulan sih datang ke Depok. Jadi, belum tahu semua jalan masih nyari-nyari. Kalau Minggu pagi saya cuma di sini (GDC). Kalau hari biasa saya muter ke kampung lain," jelasnya.
Ada alasan tersendiri bagi kelompok itu pergi ke kawasan Ibu Kota dari kampung halaman. Keenam pemuda berusia belasan tahun ini tampaknya tergiur dan mencoba peruntungan di Ibu Kota.
Namun sayang, kerasnya Jakarta membuat mereka mencari nafkah dan memperkenalkan musik tersebut di pinggiran, tepatnya Depok.
"Dulu saya tinggal di kampung lama-lama mau merantau, pengen tahu kaya apa, nyobain cari pengalaman aja ke Depok. Jadi, sebenarnya kami semua satu kampung dan di kampung temen-temen punya alat musik calung soalnya sering juga ada kontes saya pernah ikut lomba. Ya namanya musik, kadang menang, kadang kalah enggak seharusnya menang terus," jelasnya.

Sem berkisah, musik merupakan salah satu jalan bagi dirinya maupun teman-teman untuk mencari nafkah. Selain itu, para pemuda itu juga tergerak hatinya untuk mengembangkan budaya melalui musik. Contohnya adalah alat musik angklung yang kerap dipakai kawanan tersebut.
"Selain ngembangin musik, saya juga mencari nafkah. Karena ini musik angklung dari Jawa Barat penginlah ngembangin budaya, selain dari asal saya di Jawa Tengah. Main angklung ini susah, enggak sama kaya gitar makanya saya belajar," lanjutnya.
Terinspirasi Musisi Jalanan Malioboro Yogyakarta
Sam kecil dahulu sering kali bepergian dengan keluarga dan teman ke Daerah Khusus Yogyakarta. Dari sanalah Sam melihat sekelompok pemuda tengah asyik bermain alat musik tradisional di pinggiran Jalan Malioboro.
Banyak sekali wisatawan lokal maupun mancanegara yang datang untuk melihat aksi para seniman jalanan itu. Mereka turut hanyut bernyanyi dan berjoget bersama dalam sebuah alunan lagu.
Menyaksikan hal itu, Sam berpikir kemudian terinspirasi untuk melakukan hal serupa. Itu juga dilatarbelakangi dengan kecintaannya terhadap dunia seni dan musik. Hal itulah yang mendorong Sam terjun langsung mempelajari alat musik calung yang berasal dari Jawa Barat.
"Saya main calung gini karena terinspirasi dari Yogyakarta di Jalan Malioboro. Saya lihatnya enak. Banyak yang nonton, sedikit-sedikit saya belajar alat dan musik. Sekalian nafkah juga," terangnya.
Setelah dewasa dan menguasai sejumlah alat musik, ia terjun langsung menjadi musisi jalanan. Itu dibarengi dengan niatnya untuk melestarikan budaya. Bersama rekannya, Sam berkeliling kampung untuk mencari nafkah sekaligus melestarikan alat musik tradisional.
Dianggap Ondel-Ondel
Aksi Pemuda Margadana City (PMC) dalam mengamen di jalanan tak selalu berjalan mulus. Tak jarang Sam dan kawan-kawannya terbentur kendala ketika memperkenalkan alat musik tradisional seperti calung di setiap penampilannya.

Salah satunya adalah warga menganggap aksi Pemuda Margadana City (PMC) itu berisik. Ada pula yang tidak mengenali kesenian calung sehingga dianggap sebagai ondel-ondel.
"Alhamdulillah saya enggak pernah ditangkap Satpol PP karena saya main di kampung, enggak di jalan raya. Kendala (dalam-red) perkenalkan budaya, orang bingung. Banyak yang nanya ini musik apa, kirain ondel-ondel. Pernah ada yang ngusir juga sih karena berisik namanya juga di jalan kampung ya," imbuhnya.

Meski begitu, dengan segala kendala di tengah perjuangannya, Sam dan rekannya berharap dapat melestarikan sekaligus memperkenalkan kesenian musik tradisional. Dengan menyusuri dari satu kampung ke kampung, keenam pemuda asal Tegal itu berharap impiannya dapat terwujud.
"Semoga semua orang tahu budaya ini kalau angklung alat musik dari Jawa Barat, meskipun calung terkenal di Purbalingga," tutup Sam.
(Erha Aprili Ramadhoni)