Kemudian yang kedua adalah disrupsi teknologi, yang ditandai munculnya berbagai inovasi perangkat yang berbasis artificial intelligence (kecerdasan buatan). Saat ini, anak didik tidak bisa dilepaskan dari perangkat digital virtual dari hidupnya.
Dalam dunia pendidikan, era ini bisa positif, tetapi hal itu juga dapat menyebabkan dehumanisasi atau ketercerabutan sisi kemanusiaan dari diri bangsa. "Kita sering mengalami, berkumpul dengan keluarga tetapi tidak saling bicara. Itu bukti bahwa dehumanisasi sudah mempengaruhi kehidupan kita," ucap pria berkacamata ini.
Dengan fenomena ini, sambung Menag, pendidik mendapat tantangan yang lebih serius. Guru dituntut lebih memberikan perhatian terhadap persoalan ini. "Guru harus dapat meneguhkan posisi anak didik agar tetap berada dalam jatidiri bangsa indonesia yang relijius dan agamis," kata dia.
Tantangan dunia luar menurutnya juga menjadi pekerjaan Kementerian Agama (Kemenag). Menurutnya, seluruh program di kementerian yang dipimpinnya berfokus pada dua hal. Pertama menjaga moderasi Islam, yang fokusnya menjaga agar pemahaman dan pengamalan keagamaan di Indonesia tetap moderat dan jauh dari ekstrimisme.
"Kita terus menyerukan moderasi beragama, bukan moderasi agama, karena agama itu sendiri tentunya sudah moderat. Tetapi cara kita memahami agama boleh jadi terjebak pada perilaku berlebihan," katanya.