TANGERANG - Bekerja di jalanan tak kenal siang dan malam, menjadi pemandangan sehari-hari bagi para driver ojek online (Ojol). Peluang bekerja menjadi driver ojol, menjadi ladang nafkah tersendiri bagi mereka yang hingga kini masih bertahan dengan berbagai macam alasan.
Namun begitu, ada bahaya yang mengancam pekerjaan mereka. Banyak di antara mereka yang mesti bekerja di atas delapan jam, demi sejumlah harapan.
Somadi Tamam (23), akrab disapa Imam, sejak tahun 2015 telah menjadi driver Go-Jek yang kerap beroperasi di sekitar Tangerang-Jakarta. Dia menjadi salah satu orang yang hingga kini masih bertahan dengan pekerjaannya, sebab ingin mewujudkan keinginan ibunya yang telah lebih dulu berpulang ke Yang Maha Kuasa.
"Saya kuliah sambil kerja di restoran awalnya ojol lagi viral waktu itu saya tertarik masuk menjadi driver. Alasan saya ingin bertahan sampai lulus kuliah karena, almarhumah ibu saya menginginkan saya menjadi seorang sarjana. Jadi disaat saya jenuh dengan kuliah, ketika saya mengingat ibu omongan ibu saya jadi semangat lagi," kata Imam pada Okezone, Selasa (1/1/2019).

Imam juga menyadari, bahwa pekerjaannya cukup beresiko dan memang butuh jaminan perlindungan dari perusahaan tempatnya bermitra. "Sangat harus ada jaminan perlindungan, namanya kita hidup gak mungkin sehat terus pasti ada sakit. Kita kalau punya kartu jaminan kesehatan kan enak ada yang nanggung istilahnya," ucapnya.
Pekerjaannya sebagai driver ojol pun kini telah membawanya dapat lulus kuliah, hingga lunaslah kini keinginan ibunya untuk memiliki anak seorang sarjana. "Alhamdulillah udah wisuda tahun kemarin, jadi sarjana ilmu pemerintahan. Sekarang keinginannya bisa dapat pekerjaan yang lebih mapan," kata Imam berharap.

Sama halnya dengan Imam, Dipa Wijaya (22) juga turut merasakan hal yang sama mengenai jaminan perlindungan terhadap pekerjaan, yang diampunya sambil berkuliah.
"Udah hampir dua tahun ngojek begini. Buat nambah-nambah uang jajan sama kalau bisa ya buat biaya kuliah. Ngomongin soal perlindungan sih ya, ga kaya format karyawan. Kan kalo karyawan mah ada perlindungan BPJS ketenagakerjaan ya. Tapi kalo jadi driver ojol ini masing-masing individunya aja," tutur Dipa.
Lain halnya dengan Dadi Mulyadi (43), dia merupakan karyawan swasta yang menjadi korban PHK. Pekerjaannya menjadi driver ojol belum genap sebulan dijalaninya. Tak hanya di-PHK, Dadi bercerita bahwa istrinya pun meninggalkannya pasca pemecatan dirinya.
"Saya belum lama jadi tukang ojek kayak gini. Nasib emang, udah di PHK eh istri juga minta cerai gara-gara saya bukan karyawan lagi. Sekarang saya nyari duit begini buat anak saya, buat sekolah dia aja," ujar Dadi.
Ketidaktahuan Dadi soal jaminan perlindungan, tidak terlalu dirisaukannya. Namun tak mengelak, dia pun menginginkan adanya hal tersebut. "Bagusnya sih ada ya, biar kita juga tenang kerja di jalan. Kalau ga ada ya kitanya yang hati-hati. Jangan main HP di jalan, kalau mau lihat peta atau nelpon penumpang kita minggir dulu ke pinggir jalan, jaga keselamatan lah intinya," ungkapnya.
Sementara Kepala Dishub Kota Tangerang Saeful Rahman mengimbau, agar driver ojol selalu mematuhi peraturan lalu lintas, meskipun keberadaannya sebagai transportasi umum belum benar-benar legal.
"Kita nggak bisa bertindak lebih jauh ya, soalnya legalitas ojol ini juga kan masih belum bisa benar-benar dikatakan sebagai transportasi yang legal. Tapi baik driver atau penumpang ini harus jaga keselamatan dan keamanan masing-masing ya saat berkendara, demi kenyamanan semua pihak," pesannya.
(Khafid Mardiyansyah)