Film-film yang diputar di dalam bioskop tempo dulu adalah film gagu alias bisu atau tanpa suara. Biasanya pemutarannya diiringi musik orkes, yang ternyata jarang "nyambung" dengan filmnya. Beberapa film yang kala itu menjadi favorit masyarakat adalah Fantomas, Zigomar, Tom MIx, Edi Polo, Charlie Caplin, Max Linder, dan Arsene Lupin.
Di Jakarta pada tahun 1951 diresmikan biskop Metropole yang berkapasitas 1.700 tempat duduk, berteknologi ventilasi peniup dan penyedot, bertingkat tiga dengan ruang dansa dan kolam renang di lantai paling atas. Di Jakarta pada awal Orde Baru dianggap sebagai menawarkan kemajuan perbioskopan, masa yang baik dalam jumlah produksi film nasional maupun bentuk dan sarana tempat pertunjukan.
Kemajuan ini memuncak pada tahun 1990-an. Pada dasawarsa itu produksi film nasional 112 judul. Setelah itu sejak 1987 bioskop dengan konsep sinepleks (gedung bioskop dengan lebih dari satu layar) semakin marak. Sinepleks-sinepleks ini biasanya berada di kompleks pertokoan, pusat perbelanjaan, atau mal yang selalu jadi tempat nongkrong anak-anak muda dan kiblat konsumsi terkini masyarakat perkotaan. Di sekitar sinepleks itu tersedia pasar swalayan, restoran cepat saji, pusat mainan, dan macam-macam.

(Awaludin)