Pada 2013, pemerintah Filipina mengajukan kasus terhadap China di Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag dan mendapatkan kemenangan tiga tahun kemudian. Namun, China terus menolak untuk mengakui dan mematuhi putusan itu.
BACA JUGA: Sengketa Laut China Selatan, China Abaikan Keputusan Mahkamah Internasional
Menurut putusan itu, klaim Beijing di Laut China Selatan berdasarkan sejarah tidak memiliki dasar hukum, dan beberapa fitur diklaim termasuk dalam zona ekonomi eksklusif Filipina.
Dikatakan bahwa kegiatan pembangunan pulau buatan Tiongkok di tujuh terumbu di Kepulauan Spratly telah menyebabkan kerusakan yang merusak dan berlangsung lama terhadap lingkungan laut, dan dengan mengambil tindakan seperti itu dan dengan gagal bekerja dengan negara lain untuk meminimalkan efek berbahaya mereka, Beijing telah melanggar kewajibannya di bawah konvensi PBB.
(Rahman Asmardika)