Dia menambahkan, aparat negara dalam menjalankan fungsi-fungsi kepublikannyamestinya tidak menjadikan agama sebagai preferensi dalam menjalankan tindakannya.
“Seharusnya kembali ke kitab suci negara yaitu konstitusi. Negara itu satu satunya entitas yang memiliki kekuatan koersif untuk menindak, sehingga tertib sosial itu ketika terganggu da nada kecenderungan ketidak tertiban sosial maka negar boleh turun dengan kekuatan koersif powernya.”
Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Jaringan Moderat indonesia Islah Bahrawi mengatakan upaya mengatasi radikalisme harus memperhatikan definisi.
“Definisi ini kemudian mempengaruhi bagaimana cara mencegahnya dan bagaimana cara menindaknya,” kata dia.
Indonesia, menurutnya, belum memiliki definisi baku terkait radikalisme. Hal itulah yang mempengaruhi pola di masyarakat.
(Khafid Mardiyansyah)