Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Surat Rahasia Ribuan Tahun Ungkap Keterlibatan Perempuan dalam Perdagangan Kuno

Agregasi BBC Indonesia , Jurnalis-Rabu, 27 Januari 2021 |06:26 WIB
Surat Rahasia Ribuan Tahun Ungkap Keterlibatan Perempuan dalam Perdagangan Kuno
Foto: Archaeological Mission of Kultepe
A
A
A

  • 'Kuat dan mandiri'

Sebagian besar tablet tanah liat yang ditemukan di Kanesh merupakan surat, kontrak, dan putusan pengadilan.

Tablet itu diperkirakan berasal dari sekitar 1900 - 1850 SM, periode ketika jaringan perdagangan Assur berkembang pesat, yang berdampak pada kemakmuran di wilayah tersebut dan munculnya banyak inovasi.

Orang Asiria menemukan bentuk-bentuk investasi tertentu dan merupakan orang pertama yang menulis surat mereka sendiri, tanpa mendiktekannya pada penulis profesional.

Berkat surat-surat ini berusia puluhan abad ini, kita bisa mendengar suara perempuan yang bersemangat, yang memberi tahu kita bahwa bahkan di masa lalu, perdagangan dan inovasi bukanlah domain ekslusif pria.

Surat-surat itu, meski kecil, berisi banyak wawasan tentang dunia perdagangan kuno.

Ketika suami mereka sedang dalam perjalanan, atau melakukan transaksi di beberapa pemukiman perdagangan yang jauh, para perempuan menjalankan bisnis mereka di rumah.

Di samping itu, mereka juga mengumpulkan dan mengelola kekayaan mereka sendiri, dan secara bertahap memperoleh lebih banyak kedaulatan dalam kehidupan pribadi mereka.

"Para perempuan ini sangat kuat dan independen. Oleh karena mereka sendirian, mereka menjadi kepala keluarga ketika suami mereka tak ada di rumah," ujar Cécile Michel, peneliti senior di Pusat Penelitian Ilmiah Nasional (CNRS) di Prancis, yang juga penulis dari buku berjudul Women of Assur and Kanesh.

Melalui lebih dari 300 surat dan dokumen lain, buku itu menuturkan kisah yang sangat rinci dan penuh warna tentang perjuangan dan kemenangan perempuan.

Meski penuh drama dan petualangan, tablet tanah liat itu sendiri berukuran kecil, seukuran telapak tangan.

Kisah para pedagang perempuan ini berkaitan dengan komunitas pedagang Asiria secara keseluruhan.

Di masa kejayaan mereka, orang Asiria termasuk di antara pedagang paling sukses dan memiliki jaringan yang baik di Timur Dekat.

Rombongan karavan mereka yang terdiri dari hingga 300 keledai melintasi pegunungan dan dataran tak berpenghuni, membawa bahan mentah, barang mewah dan, tentu saja, surat yang terbuat dari tanah liat.

"Itu adalah salah satu bagian dari jaringan internasional yang besar, yang dimulai di suatu tempat di Asia Tengah, dengan batu lapis-lazuli dari Afghanistan, batu akik dari Pakistan, dan timah yang mungkin berasal dari Iran atau lebih jauh ke timur," ujar Jan Gerrit Dercksen, pakar tentang Asiria di Leiden University di Belanda, yang juga meneliti tablet Kanesh.

Pedagang asing membawa barang-barang ini ke Assur, bersama dengan tekstil dari Babilonia di Irak Selatan.

Barang-barng itu kemudian dijual pada orang-orang Asiria, yang kemudian mengemaskan ke karavan menuju Kanesh dan kota-kota lain di wilayah Anatolia di Turki, dan menukarnya dengan emas dan perak.

Instrumen keuangan yang kompleks memfasilitasi perdagangan ini, salah satunya apa yang disebut sebagai "naruqqum", yang secara harafiah bermakna "tas".

Istilah itu mengacu pada perusahaan saham gabungan, di mana investor Asiria mengumpulkan perak mereka untuk mendanai karavan yang digunakan pedagang selama bertahan-tahun.

Para pedagang juga mengembangkan jargon bisnis, seperti "Tablet sudah mati", yang berarti utang telah dilunasi dan pencatatan kontrak dalam tablet dibatalkan.

Sedangkan jargon "perak yang lapar" merujuk pada perak yang tidak diinvestasikan dan menganggur, alih-alih menghasilkan keuntungan.

Perempuan Asiria berkontribusi pada jaringan komersial yang ramai ini dengan memproduksi tekstil untuk ekspor, memberikan pinjaman pada pedagangan, membeli dan menjual rumah, dan berinvestasi dalam skema naruqqum.

Keterampilan mereka sebagai penenun memungkinkan mereka mendapatkan perak sendiri. Mereka terus memantau mode dan tren pasar di luar negeri untuk mendapatkan harga terbaik, serta pajak dan biaya lain yang mempengaruhi keuntungan mereka.

"Mereka benar-benar akuntan. Mereka tahu betul apa yang harus mereka dapatkan sebagai imbalan atas tekstil mereka.

"Dan ketika mereka mendapatkan uang ini dari penjualan tekstil mereka, mereka membayar untuk makanan, rumah, dan kebutuhan sehari-hari, tapi mereka juga berinvestasi," ujar Michel, yang juga turut membuat film dokumenter baru tentang perempuan

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement