Dalam menggapai kesuksesan, setiap manusia kerap kali dihadapkan dengan proses panjang yang melelahkan. Seperti yang dialami seorang lelaki paruh baya kelahiran Bojonegoro, 28 Desember yang sempat mengecap pahit getirnya hidup.
Benedi dituntut menjadi sosok ayah pekerja keras yang terus berusaha hingga jerih payahnya terbayar lunas untuk masa depan keluarga dan anak-anaknya. Tidak mudah memang, namun jika dijalani dengan tekad keras dan kerja cerdas, keberhasilan berada dalam genggaman. Tak pernah sedikit pun menciutkan nyali Benedi untuk berusaha mengubah nasibnya.
Sebelumnya, Benedi bekerja sebagai kuli bangunan lepas. Bagi orang-orang yang pernah bekerja serabutan, mendapat pekerjaan tetap untuk memenuhi kehidupan sehari-hari sudah sangat patut untuk disyukuri. Bahkan Benedi rela bekerja di beberapa tempat.
“Karena kerja serabutan, ya kadang nguli, kadang pasang atap galvalum atau bangunan pom bensin. Sering di luar kota dan luar pulau, ikut orang borongan. Jadi setiap bulan pindah-pindah tempat,” ujarnya.
Meski begitu, Benedi tetap menjalaninya dengan ikhlas. Pekerjaannya menuntut harus jauh dari istri dan anak-anaknya, namun baginya tak mengapa yang terpenting hasil keringatnya mampu memenuhi kebutuhan keluarganya. Hingga pada tahun 2017 lalu, ada seorang teman dari Jakarta yang berbagi informasi pada Benedi.
“Waktu itu setelah pulang dari luar kota, ada informasi dari teman kalau dia kerja online yang hasilnya lumayan. Jadi mitra pengantaran GrabFood. Tapi waktu itu saya belum terpikir, karena saya tidak bisa nyetir dan tidak punya mobil,” kisahnya
Setelah berdiskusi dengan keluarga, rupanya gayung bersambut, semua keluarga Benedi mendukung. Tak mau menunggu lama, Benedi terus menggali informasi tentang bagaimana kondisi pekerjaan sebagai mitra pengemudi aplikasi daring, sembari mengikuti kursus menyetir selama 2 minggu.
Di Kota Apel ini, Benedi banyak mendapat pelanggan mahasiswa mengingat banyaknya universitas di sini. “Alhamdulillah enjoy. Yang penting kerja niat dan sungguh-sungguh maka hasilnya juga maksimal,” tuturnya. Keuletan Benedi pun membuahkan hasil.
Dalam satu hari, Benedi mampu mendapatkan pemasukan sebesar ratusan hingga jutaan Rupiah. Bahkan, Benedi mampu menempuh 42 trip dalam waktu kurang dari 24 jam. Benedi biasa berangkat dari rumah kosnya setelah waktu subuh dan pulang menjelang subuh. Hal ini terus dilakukan setiap hari tanpa mengenal lelah.
“Istirahat saat jamnya untuk sholat dan makan,” ujarnya. Benedi memberi target pada dirinya sendiri untuk menyelesaikan 30 trip dalam satu hari. “Karena sebenarnya target saya itu satu bulan. Kalau sebelum akhir bulan tetapi sudah memenuhi target bulanan, saya akan mengambil libur 4 hari untuk pulang ke desa menengok keluarga,“ paparnya.
Maka, tidak heran jika kakek seorang cucu ini mampu menjadi Pemenang Raja Gacor Nasional dengan penghasilan tertinggi. Bahkan Benedi juga mendapat apresiasi dari Grab sebagai pemenang impian umrah dalam program Liga Mitra Nasional, dimana pemenangnya akan mendapatkan kesempatan ibadah umroh gratis atau liburan ke Turki bersama pasangannya.
“Alhamdulillah, saya sudah berangkat umroh dengan istri saya bulan November kemarin. Saya benar-benar tidak menyangka, selain kehidupan keluarga saya semakin baik saya juga mendapat kesempatan ini,” kenangnya.
Sebagai salah satu mitra Grab yang bisa dibilang jempolan, Benedi tak hanya khatam jalanan, tapi juga disiplin, jujur, dan punya rekam jejak yang bagus dalam melayani pengguna GrabBike dan GrabFood.
“Sampai sekarang sudah 2 tahun berjalan, yang terasa terutama penghasilan saya sekarang sangat cukup. Yang terpenting sekarang kerja sungguh-sungguh. Kerja niat pasti hasilnya juga maksimal,” ujarnya.
Hal ini dibuktikan Benedi dengan tidak pilih-pilih penumpang. Dengan prinsip kerja niat, kerja jujur, dan harus semangat dalam melayani penumpang dan menomorsatukan kenyamanan penumpang, Benedi selalu berusaha melayani penumpang dengan setulus hati.
Ada pengalaman berkesan bagi Benedi, yaitu saat mengantarkan penumpang ke rumah sakit dan bertemu di kemudian hari dalam keadaan yang jauh lebih baik, membuat Benedi merasa sangat gembira. Selain itu, Benedi juga pernah mendapat penumpang dari Thailand yang ingin berkunjung ke Kampung Pare di Kediri.
Walaupun tidak bisa bahasanya, Benedi tidak kehabisan akal, ia menggunakan Google Translate untuk berkomunikasi. “Untung juga ada fitur GrabChat di aplikasi, yang benar-benar membantu saya berkomunikasi dengan lebih mudah dengan orang asing,” katanya.
Kegigihan Benedi, ditambah semangat dan kejelian melihat peluang, membuatnya sukses mengubah nasib dari seorang kuli kasar menjadi driver jempolan. Kini, Benedi sudah mulai mempersiapkan jaminan masa tuanya.
Penghasilan sebagai mitra Grab yang dikumpulkan, ia gunakan untuk membeli bibit-bibit tanaman di desa. Menurutnya, saat ini ia memang bergantung pada pekerjaan sebagai mitra pengemudi, namun nanti jika ia sudah tua, Benedi memiliki usaha lain untuk menafkahi keluarganya.
“Karena hasil dari Grab ini juga bisa saya gunakan sebagai modal usaha lain nanti saat saya sudah memutuskan untuk pulang dan menetap di desa,” pungkasnya.
Kisah lainnya datang dari Ika Dewi Sulistiani atau yang akrab disapa Dewi pun harus berjuang menghidupi keluarganya. Perempuan kelahiran Surabaya 33 tahun laluini mulanya bekerja sebagai tim administrasi cadangan di sebuah perusahaan. Saat itu dikontrak selama satu tahun untuk menggantikan karyawan yang sedang cuti melahirkan.
“Pekerjaan itu saya terima karena saya butuh biaya untuk hidup saya dan keluarga walaupun sebentar,” ujarnya. Namun setelah sampai di penghujung kontraknya, Dewi mulai khawatir karena belum mendapatkan pekerjaan lain.
“Waktu itu kurang dari satu bulan, kontrak saya mau habis tapi saya belum mendapat pekerjaan lain. Perusahaan juga menyarankan untuk mencoba mencari-cari pekerjaan lain di sisa satu bulan tersebut,” kisahnya.
Dalam masa pencarian pekerjaan, rupanya Dewi mendapat keberuntungan. Perempuan yang bercita-cita menjadi penyiar radio ini menemukan lowongan pekerjaan yang diiklankan di media sosial Facebook.
“Saat itu kebetulan ada yang pasang lowongan Grab. Katanya dibutuhkan mitra pengemudi perempuan dan laki-laki. Syaratnya memiliki SIM, KTP, KK, STNK, dan SKCK. Menurutku kok syaratnya masuk akal. Dari situ saya langsung ingin coba. Kebetulan Sabtu dan Minggu kan libur, hari Sabtu saya coba mendaftar di Grab. Pas daftar, saya sempat minder. Loh, kok yang daftar laki-laki semua sedangkan saya perempuan sendiri. Tapi meskipun minder saya tetap duduk di situ,” kenangnya.
Melihat Dewi yang tak kunjung maju untuk memberikan berkasnya, menurutnya membuat karyawan Grab menghampirinya dan menanyakan, memastikan ia benar ingin menjadi mitra pengemudi Grab.
“Setelah saya jawab iya, karyawan Grab sempat tanya kepada saya, yakin pakai handphone ini? Saat itu handphone saya RAM 1. Saya jawab iya karena handphone saya hanya itu. Setelah itu saya disarankan untuk training online terlebih dahulu. Kemudian besoknya kembali ke kantor untuk tanda tangan kontrak dan pengambilan atribut,” ujarnya.
Awalnya, Dewi mengaku, ia masih ‘malu-malu kucing’. “Jadi ngeGrab - pulang - ngeGrab - pulang. Sampai akhirnya saya bertemu dengan orang-orang yang mengajak bergabung dengan komunitas ojek online di Surabaya. Di sana banyak sharing dari teman-teman sesama driver,” ujarnya.
Dewi juga kerap menceritakan kendala yang dihadapi di jalan kepada teman-temannya di komunitas tersebut.
“Ternyata permasalahannya ada di handphone saya yang masih RAM 1. Mereka menyarankan untuk menukar handphone dengan RAM lebih besar. Ibu saya juga menyarankan hal yang sama. Saya kemudian beli handphone baru RAM 3,” imbuhnya.
Setelah itu, Dewi berniat untuk sungguh-sungguh bekerja. Ia mulai aktif mencari order dari pukul 06.00 pagi sampai pukul 21.00 malam tanpa pulang-pulang lagi. Kini, Dewi telah menjadi mitra GrabBike selama satu tahun.
Menurut Dewi, meski pekerjaannya terkesan sepele, wara-wiri di jalan raya, tetapi ia berprinsip untuk menjaga lisan dan menjaga diri. “Saya menanamkan ke diri sendiri, walaupun pekerjaan ini fleksibel, tetapi kita tidak boleh mencari uang sesuka hati saja. Harus tetap kerja keras,” tuturnya.
Oleh sebab itu, Dewi memiliki target yang harus dicapai oleh dirinya sendiri. Contohnya, jika ia berangkat kerja pukul 06.00 pagi maka hari itu ia harus bisa mendapatkan uang minimal Rp 200.000. “Kalau bisa lebih kenapa tidak diusahakan. Selagi saya tidak sakit parah saya akan tetap bekerja. Bagi saya kerja itu penting, karena anak butuh biaya,” imbuhnya.
Namun demikian, kerja keras Dewi tidak serta merta menghilangkan kewajibannya sebagai seorang ibu. Dewi tetap membagi waktunya untuk bersama anaknya. Dewi juga selalu mengusahakan kondisi pekerjaannya tidak mempengaruhi kondisi rumahnya.
“Kadang kan di jalan kita bisa bad mood karena satu dan lain hal. Tetapi kalau sudah pulang ke rumah, harus hilang semua bad mood itu. Orangtua melihat kita tersenyum kadang sudah lega,” ujarnya.
Ujian seseorang dapat berupa apa saja. Tawaran pekerjaan lain saat kita sudah memiliki pekerjaan misalnya. Hal ini sempat dialami oleh Dewi. Ia sempat mendapat panggilan kerja menjadi cleaning service.
“Saya pikir lumayan untuk disambi, saya terima. Tapi ternyata saya tertekan selama bekerja di sana. Selain itu, ketika saya lihat di grup komunitas banyak canda tawa di jalan raya. Akhirnya hanya satu bulan saja saya menjalani pekerjaan itu. Saya kembali lagi untuk full menjadi pengemudi GrabBike. Ternyata saya lebih happy menjadi driver,” terangnya.
Soal keamanan, Dewi mengaku tidak khawatir. “Selain pelatihan berkendara aman dan bela diri dasar, Grab juga punya teknologi keamanan yang luar biasa. Sekarang ada fitur “Pusat Keselamatan” untuk mitra pengemudi dan pengguna. Di situ ada berbagai macam fitur seperti bagikan lokasi perjalanan, tombol darurat dan layanan bantuan. Selain itu ada juga fitur Free Call, jadi nomor telepon pribadi penumpang dan pengemudi tidak akan bisa dilihat. Saya jadi tenang, penumpang juga harusnya merasa lebih nyaman,” paparnya.
Menurut Dewi, menjadi mitra pengemudi GrabBike memiliki banyak manfaat dan keuntungan. Salah satunya adalah yang Dewi lakoni. Ia bisa bekerja menjadi driver sambil berjualan.
Dewi membuat jadwal untuk dirinya sendiri, selama hari Senin sampai Jumat, ia bekerja full menjadi mitra pengemudi. Sementara di hari Sabtu ia ambil libur yang biasanya digunakan untuk istirahat dan di hari Minggu ia gunakan untuk berjualan.
“Dari awal memang sudah berencana kalau ada sisa uang penghasilan nge-Grab bakal dijadikan modal usaha. Saya juga berpikir, usia seseorang itu semakin lama semakin tua. Saya tidak bisa selamanya menjadi driver karena tenaga saya pasti menurun nantinya. Tapi saya senang sekali di usia 31 tahun ini saya dipertemukan dengan Grab. Saya bisa mencari nafkah untuk anak dan keluarga saya. Pilihan yang tepat untuk saya yang seorang single parent,” pungkasnya.
CM
(Yaomi Suhayatmi)