JEPARA berasal dari kata “Ujung Para”. Dari kata ini muncul perkataan “Ujung Mara”, “Jumpara”, kemudian menjadi Jepara (Japara); yang berarti tempat pemukiman para pedagang yang berniaga dari dan ke berbagai daerah.
(Baca juga: Saat Jaka Tingkir Salto Lompati Kolam Masjid Demak di depan Sultan Trenggana)
Tome Pires, penulis buku Suma Oriental yang berasal dari Portugis, menerangkan bahwa Japara baru dikenal pada abad ke-15 (1470 M) sebagai Bandar kecil yang baru dihuni 90-100 orang yang dikuasai Arya Timur dan berada di bawah pemerintahan Demak. Arya Timur meninggal, dan digantikan Pati Unus (1507-1521 M). Di tangan Pati Unus, Japara menjadi kota Bandar; pelabuhan niaga dan militer.
Pati Unus dikenal dengan perlawanannya terhadap Portugis di Malaka, dan menjadi mata rantai perjuangan Faletehan (Fatahillah), iparnya, yang berkuasa (1521-1536 M) setelah Pati Unus meninggal. Sejak Fatahillah meninggal, kekuasan berada di tangan putranya, Sultan Trenggono, pada tahun 1536 M. Mulai saat itu, Japara diserahkan pada Sultan Hadirin (menantunya) dan Ratu Retno Kencono atau dikenal dengan nama Ratu Kalinyamat.
(Baca juga: Aksi Heroik Emen si Tukang Becak Luluh Lantahkan Tank Canggih Inggris)
Ratu Kalinyamat adalah anak perempuan Sultan Trenggono. Putra Raden Patah ini merupakan penguasa Kesultanan Demak ketiga yang menduduki takhta kerajaan Islam pertama di tanah Jawa itu dalam dua periode yang berbeda, yakni pada 1505-1518 dan 1521-1546 (M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, 2008:69).
Menjanda sejak suaminya dibunuh Arya Penangsang, Ratna Kencana membuat Japara menjadi Pangkalan Angkatan Laut yang dirintis sejak masa Kerajaan Demak.
"Penguasa Japara pun dikenal dengan semangat anti-kolonialisme, dan terbukti dengan ekspedisi militer yang dipimpinnya menggempur Portugis pada tahun 1551 M dan 1574 M di Malaka.
Maka tak heran jika Portugis sendiri menyebutnya Rainha De Jepara Senora De Rica; Ratu Jepara, seorang wanita yang sangat berkuasa dan kaya raya,"papar Hadi Priyanto, penulis buku "Ratu Kalinyamat, Rainha de Jepara ".
Setidaknya dua kali Ratu Kalinyamat mengirimkan pasukan dan armada tempur dalam jumlah besar ke Malaka demi mengusir Portugis.
Yang pertama adalah bala bantuan untuk Kesultanan Johor, dan yang kedua atas permohonan Sultan Aceh Darussalam.
Selain untuk Malaka, Ratu Kalinyamat juga pernah melakukan hal yang sama bagi Maluku, yakni mengirimkan pasukan perang untuk membantu Kerajaan Tanah Hitu, salah satu kerajaan Islam di Ambon, yang juga sedang terancam oleh nafsu imperialisme Portugis.
Ratu Kalinyamat adalah putri Sultan Trenggono dari istrinya yang merupakan anak perempuan Arya Damar, Adipati Palembang (Dwitri Waluyo, Indonesia The Land of 1000 Kings, 2004:23).
Pada 1550 atau kurang dari setahun setelah suaminya dibunuh. Dari pertapaannya, Ratu menerima surat permohonan bantuan dari Kesultanan Johor yang sedang terancam oleh Portugis di Malaka.
Dalam suasana masih berduka, Ratu Kalinyamat mengabulkan permintaan tersebut dan menginstruksikan kepada para panglimanya untuk mengirimkan 40 kapal perang yang mengangkut lebih dari 4.000 orang tentara ke Malaka.
Di sana, armada Jepara bergabung dengan Persekutuan Melayu yang berkekuatan lebih dari 150 kapal (H.J. de Graaf, Awal Kebangkitan Mataram, 2001:43).