"Nilai strategis kekuatan udara mencapai puncaknya ketika pesawat pembom B-29 Superfortress mejatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, dan mengakhiri perang pasifik," tuturnya.
Pentingnya kekuatan udara sebagai senjata mematikan juga terlihat dalam Operasi Badai Gurun koalisi pimpinan AS di Irak yang ditentukan oleh kemampuan pesawat siluman F-117. Pesawat tersebut mampu terbang rendah dan menghancurkan instalasi listrik dan melumpuhkan kemampuan pertahanan udara Irak. Setelahnya membuka jalan bagi serangan udara lainnya.
"Operasi tersebut terbukti berhasil menarik mundur pasukan Irak dari Kuwait. Dan yang baru saja terjadi, saya kira semua juga melihat di media, konflik antara Azerbaijan dan Armenia di Nagorno-Karabakh yang patut kita jadikan lesson learn. Kemenangan Azerbaijan atas Armenia telah membuka mata dunia terhadap kekuatan udara baru yang efisien dan mematikan yaitu pesawat tempur nirawak atau unmanned combat aerial vehicle atau UCAV," tuturnya.
Berkaca pada hal itu, Hadi ingin TNI AU terus mencermati teknologi pesawat tempur nirawak atau UCAV sebagai alat utama sistem senjata (alutsista) modern. Selain alutsista, Hadi juga mengingatkan pentingnya peningkatan kemampuan personel serta kesiapan operasional.
"Karena ketiga hal tersebut, yaitu personel, peralatan atau alutsista dan kesiapan operasional, merupakan komponen penyusun kemampuan kekuataan udara untuk melaksanakan tugas. Ketiganya harus disiapkan secara paralel, karena memiliki keterkaitan satu dengan yang lain," tukasnya.
(Fakhrizal Fakhri )