Ia menyatakan, "Jika nanti aku sudah berpulang ke zaman keabadian, makamkan aku di Majapahit, buatkanlah aku makam di sebelah timur laut Kolam Segaran. Namailah makamku Sastrawulan. Sebarkan berita bahwa yang dimakamkan di situ adalah istriku, Puteri Campa."
Sastra bermakna tulisan, wulan bermakna pelita dunia (rembulan). Ini melambangkan keutamaan yang hanya seperti rembulan. Jika masih ada cahaya rembulan, kelak, biar semua orang Jawa tahu bahwa saat dirinya mangkat (meninggal), telah memeluk agama Islam.
“Aku meminta kepadamu agar kelak kamu mengabarkan bahwa yang dimakamkan di sana adalah Putri Cempa, bukan aku, sebab aku telah dianggap seperti wanita (disepelekan) oleh anakku sendiri, tidak lagi dianggap sebagai lelaki, hingga sedemikian teganya dia menyia-nyiakan ayahnya sendiri,”tambah Brawijaya.
Selesai memberikan wasiat, Sang Prabu segera bersedekap, lalu meninggal dunia. Jenazahnya lantas dimakamkan di Astana Sastrawulan, Majapahit. Hingga hari ini, makam Prabu Brawijaya terkenal sebagai makam Puteri Campa di Trowulan, Mojokerto.
(Qur'anul Hidayat)