Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Regulasi EBT Jangan Hanya Fokus pada Kepentingan Bisnis Semata

Yaomi Suhayatmi , Jurnalis-Senin, 06 September 2021 |10:36 WIB
Regulasi EBT Jangan Hanya Fokus pada Kepentingan Bisnis Semata
Foto: Dok PLN
A
A
A

Jakarta – Pemerintah terus memperkuat regulasi terkait pengembangan EBT di Tanah Air. Hal ini dibuktikan dengan adanya tiga perangkat kebijakan yang sedang disusun. Pertama DPR yang sedang menyiapkan Rancangan Undang-undang Energi Baru Terbarukan (EBT), kemudian Kementerian ESDM yang akan merevisi Permen ESDM Nomor 49/2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PT Perusahaan Listrik Negara. Serta adanya rencana diterbitkannya Peraturan Presiden Tentang Pembelian Tenaga Listrik Energi Terbarukan Oleh PT Perusahaan Listrik Negara. Ketiganya ditargetkan rampung dan segera disahkan Presiden Jokowi pada sebelum Desember tahun ini.

Namun, sejumlah pengamat dan akademis menyoroti regulasi di sektor migas yang akan segera disahkan tersebut karena dalam draf yang beredar luas terdapat aturan-aturan yang dinilai hanya menguntungkan oligarki bisnis dan pebisnis asing, sebaliknya justru berpotensi membebani APBN serta dapat menyengsarakan rakyat akibat kenaikan tarif listrik. Hal ini terungkap dalam diskusi bertajuk “Regulasi EBT untuk Siapa?” di acara Polemik MNC Trijaya yang juga disiarkan langsung melalui channel YouTube MNC TRIJAYA pada Sabtu (4/9/2021).

“Kementerian ESDM dinilai hanya sepihak, terkesan bahwa mereka tidak menganggap penting pakar-pakar yang ada di kampus dan para pemangku kepentingan lain dalam pembahasan regulasi EBT,” ucap Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRRES) Marwan Batubara yang menjadi salah satu narasumber diskusi.

Dia kemudian menegaskan berdasarkan Undang-Undang (UU) tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Nomor 12 Tahun 2011, publik wajib dilibatkan, terlebih lagi para pakar.

BACA JUGA: Ini Sederet Tantangan Pengembangan Pembangkit Listrik EBT

"Jangan sampai karena hanya mendapat informasi dari satu pihak regulasi yang muncul lebih banyak untuk kepentingan bisnis, mengakomodasi motif-motif bisnis yang berlindung dalam narasi pencapaian target bauran EBT 23 persen pada 2025 dan mitigasi perubahan iklim," ucapnya.

Hal senada disampaikan oleh narasumber lainnya, yaitu Guru Besar Institut Teknologi Surabaya Prof Mukhtasor. Menurutnya “RUU EBT jangan sampai bergeser fokusnya hanya ke pengaturan bisnis semata,” katanya tegas.

Selain itu, menurut mantan anggota Dewan Energi Nasional (DEN) itu, tidak tepat jika revisi UU EBT hanya didasari pada upaya penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang menjadi isu global climate change karena tanpa mengubah regulasi yang sudah ada pun sebenarnya penurunan emisi dari sektor energi sudah bisa mencapai target meskipun saat ini bauran energi baru fosil dan EBT baru mencapai 11,5 persen dari target 23 persen pada 2025.

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement