“Kita berbicara tentang sebuah kawasan yang pada tahun 2030 akan menjadi salah satu ekonomi kawasan terbesar di dunia. Kita berbicara tentang kawasan Asia Tenggara, yang terdiri dari 10 negara, yang setiap tahunnya mengimpor barang dari 21 negara bagian di AS senilai lebih dari USD1 miliar (Rp14 triliun),” terangnya.
Meski Amerika dipandang sebagai penjamin keamanan dalam menghadapi ambisi militer China, Washington tertinggal jauh di banding Beijing dalam hal hubungan ekonomi.
ASEAN adalah mitra dagang terbesar China. Keduanya juga terlibat dalam Kemitraan Ekonomi Kompresentif Regional (RCEP). Ditandatangani pada 2020, kemitraan tersebut merupakan perjanjian perdagangan bebas terbesar di dunia, tanpa melibatkan AS.
AS juga tidak termasuk dalam Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP), perjanjian perdagangan bebas yang sebelumnya dikenal sebagai Kemitraan Trans-Pasifik (TPP). Pada 2016, TPP dipromosikan oleh Presiden Barack Obama, namun ditinggalkan Presiden Trump pada 2017.
“Dalam beberapa isu, baik perdagangan maupun iklim, AS memainkan peran penting pada tahap persiapan, lalu kadang meninggalkannya. Dan negara-negara seperti Jepang dan ASEAN mampu melanjutkan warisan itu setelahnya. Tapi yang menurut saya akhirnya kalah justru AS,” ujar Prashanth Parameswaran, peneliti Wilson Center’s Asia Program.
Sementara persaingan AS dan China semakin meningkat, para anggota ASEAN menggarisbawahi perlunya kerja sama dengan kedua negara. Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan bahkan menawarkan Indonesia menjadi mediator kedua negara.
"Saya pikir Indonesia bisa saja menjembatani mungkin kalau ada perbedaan (Amerika) dengan China, kita bisa memainkan peran, karena hubungan kita dengan China sangat baik," ujar Luhut.
Sementara itu, Myanmar tidak menghadiri KTT ASEAN tahun ini setelah blok tersebut mencoret nama pemimpin junta Myanmar dari pertemuan tahunan, karena mengabaikan peta jalan damai yang disepakati enam bulan lalu menyusul kudeta militer negara itu.
(Susi Susanti)