JAKARTA - Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa meminta Pusat Polisi Militer (Puspom) jangan sampai ada kesan bahwa institusi militer menghambat pemeriksaan saksi kasus dugaan pelanggaran HAM Berat.
(Baca juga: Tragedi Paniai Termasuk Pelanggaran HAM Berat, Moeldoko: Perlu Dilihat dengan Benar)
Sedangkan kasus yang dimaksud yaitu di Paniai, Papua, yang diduga turut melibatkan prajurit TNI. Paniai berdarah merupakan insiden yang terjadi pada 8 Desember 2014. Kala itu, warga sipil tengah melakukan aksi protes terkait pengeroyokan aparat TNI terhadap pemuda di Lapangan Karel Gobai, Enarotali, Paniai.
Dalam peristiwa itu, empat pelajar tewas di tempat usai ditembak oleh pasukan gabungan militer. Sementara, satu orang lain tewas usai mendapat perawatan di rumah sakit beberapa bulan kemudian.
(Baca juga: Panglima TNI Ganti Nama Paskhas TNI AU Jadi Kopasgat)
Dia mengatakan, dalam kasus ini, TNI hanya perlu memastikan serah terima prajurit yang akan menjadi saksi dalam pemeriksaan kasus Paniai oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dilakukan secara jelas.
"Jangan ada kesan seolah-olah 'Oh supaya pemeriksaannya tidak berlama-lama dibatasi," tutur Andika dalam laman YouTube pribadinya, dikutip Rabu (16/2/2022).
Masih kata dia, TNI tidak perlu menentukan tempat pemeriksaan lantaran penyidikan dilakukan oleh kejaksaan. Menurut dia, di dalam aturan militer, tugas TNI hanyalah mengurus perizinan saja.
"Karena penyidik nya mereka kok. Kalau mau diperiksa di Kejaksaan silahkan. Dalam UU tentang Peradilan Militer hanya perizinannya dari kita, tempat monggo silahkan dimana saja," katanya.
Pada kesempatan itu, Danpuspom TNI Laksda TNI Nazali Lempo menyebut, kasus ini sudah ditahap pemeriksaan terhadap saksi. Sejauh ini, penyidik telah meminta keterangan dari sejumlah warga sipil dan tujuh anggota Polri.
"Untuk Paniai, sampai saat ini akan dirapatkan dulu untuk permintaan pemeriksaan saksi dari TNI. Untuk Polri kemarin sudah ada 7 sama sipil," ungkapnya.