SURABAYA - Nama Sunan Bungkul begitu akrab bagi warga Surabaya. Lokasi makamnya yang satu area sama taman di jantung Kota Pahlawan juga melambungkan namanya bagi warga di luar Surabaya.
Nama Sunan Bungkul dulunya dikenal sebagai Ki Ageng Mahmuddin, ia merupakan penguasa muslim salah satu daerah di Surabaya pada abad ke-14 Masehi. Sepak terjangnya dalam syiar Islam di Surabaya dan sekitarnya menjadikan jejaknya tak pernah hilang.
BACA JUGA:Kisah Sunan Kalijaga Buat Saka Tatal untuk Tiang Masjid Demak
Dosen Departemen Ilmu Sejarah Universitas Airlangga, Adrian Perkasa menuturkan, pada sebuah legenda atau folklore, serta prasasti meriwayatkan kisah Mbah Bungkul.
“Tidak ada sumber-sumber tertulis yang bisa dijadikan dasar rekonstruksi sejarah masa hidup Mbah Bungkul, sehingga sumber yang didapat hanya berasal dari tradisi lisan atau legenda,” kata Adrian, Kamis (21/4/2022).
BACA JUGA:Karomah Sunan Bonang, Pukulan Tongkatnya Bikin Sumur Air Tawar di Tepi Laut
Ia melanjutkan, dalam legenda tidak diketahui dengan jelas bagaimana kisah Mbah Bungkul memeluk Islam dan bagaimana ia menyebarkan ajaran Islam di Surabaya. Namun diketahui bahwa Mbah Bungkul mengadakan sebuah sayembara untuk mencari menantu dengan melarung buah delima.
”Saat sayembara, akhirnya larung delima itu didapatkan oleh Raden Paku atau Sunan Giri, yang merupakan tokoh Wali Songo paling terkenal,” kata Adrian.