JAKARTA - Anggota Dewan Pers, Yadi Hendriana menyoroti krisis di Iran dari kacamata media. Menurutnya, gelombang unjuk rasa besar dan menyebabkan 35 orang meninggal itu akibat kurang akurasinya media dalam memberitakan suatu fenomena.
Diketahui protes nasional di Iran terjadi setelah kematian seorang wanita Kurdi, Mahsa Amini (22) yang ditahan dalam tahanan polisi karena diduga gagal mematuhi aturan hijab (jilbab).
Pihak berwenang mengatakan Mahsa Amini meninggal karena alasan kesehatan yakni serangan jantung mendadak. Namun keluarga dan banyak orang Iran lainnya percaya dia meninggal karena telah dipukuli.
Dikutip BBC, para pengunjuk rasa mengatakan bahwa jika mereka tidak bertindak sekarang, mereka dapat menjadi korban nasib yang sama. Diperkirakan setidaknya 35 orang meninggal akibat protes itu dan jumlah itu diprediksikan akan terus bertambah.
Menurut Yadi, kasus tersebut merupakan kesalahpahaman yang diperparah dengan amplifikasi dari media asing.
"Mencermati krisis di Iran, kalau di urut terjadi karena tidak akuratnya berita kematian Mahsa Amini, kemudian di-amplifikasi media media asing yang menyebutkan Mahsa Amini meninggal karena penyiksaan setelah ditangkap karena tidak menggunakan Hijab," kata Yadi, Sabtu (24/9/2022).
Yadi menambahkan, ternyata belakangan dari CCTV, Mahsa Amini meninggal karena jantung, di CCTV terlihat dia terjatuh saat di kelas edukasi hijab dan dibawa ke RS.
"Namun, di RS meninggal. Kabar cepat tersebar dengan tidak akuratnya berita penyebab meninggalnya Amini. Berlanjut pada segregrasi yang menimbulkan konflik. Jadi pelajaran bagi media di Tanah Air, terkait akurasi berita ini," katanya.
(Khafid Mardiyansyah)