Bagi Rush, yang mencoba membuat penjelajahan laut secara massal dan komersil, situs kapal karam yang paling terkenal di dunia “wajib diselami”.
“Saya membaca sebuah artikel yang mengatakan ada tiga kata dalam bahasa Inggris yang dikenal di seluruh dunia. Ketiga kata itu adalah Coca-Cola, God, dan Titanic,” lanjutnya.
Namun untuk mewujudkan mimpinya tentang Titanic, Rush harus membuat kapal selam jenis baru yang terbuat dari bahan ringan, agar bisa membawa hingga lima orang turun sampai ke titik kedalaman di mana bangkai Titanic berada.
Banyak yang mengira hal itu tidak mungkin dilakukan. Namun, sekarang Rush berada di lokasi bersama banyak orang, setelah berhasil mencapai bangkai kapal itu dengan kapal selam pada tahun lalu. Termasuk awak kapal, staf Ocean Gate, ilmuwan, serta sekelompok kecil petualang “spesialis misi” yang masing-masing membayar USD250 ribu (Rp3,8 miliar), demi melihat Titanic dari dekat.
Selama di sana, mereka juga berkesempatan menjadi peneliti warga, yang membantu mengumpulkan gambar dan video keanekaragaman hayati di laut dalam.
Sementara bagi Ross, penyelaman ini menawarkan kesempatan langka untuk mempelajari ekosistem di laut dalam, dengan cara mengambil sampel air di sekitar lokasi bangkai kapal dan merekam keanekaragaman hayati menggunakan kameranya.
“Ada semacam perlombaan untuk memahami laut dalam, yang merupakan lingkungan paling besar di lautan, tapi paling kurang dieksplorasi. Perubahan di lautan memiliki dampak besar bagi seluruh dunia,” tutur Ross.
Saat kapal selam berpenumpang itu turun selama lebih dari dua jam ke dasar lautan, dari dalamnya, Ross mengamati keanekaragaman hayati yang ada melalui jendela kapal.