JAKARTA - Gejolak antara Kerajaan Mataram dan Banten konon membuat Cirebon terjepit. Bahkan dari hubungan hangat kedua kerajaan Islam itu, Cirebon terpaksa harus pecah menjadi tiga yang masing-masing dipimpin oleh anak dari Panembahan Girilaya.
Konon saat itu Cirebon yang dipimpin oleh Panembahan Girilaya berada pada posisi serba salah dan terjepit. Banten curiga sebab Cirebon dianggap mendekat ke Mataram. Di lain pihak, Mataram pun menuduh Cirebon tidak lagi sungguh-sungguh mendekatkan diri, karena Panembahan Girilaya dan Sultan Ageng dari Banten adalah sama-sama keturunan Pajajaran.
Sebagaimana tercantum pada "Babad Tanah Jawi", dari Soedjipto Abimanyu, kondisi panas ini memuncak dengan meninggalnya Panembahan Girilaya saat berkunjung ke Kartasura. Lalu, ia dimakamkan di bukit Girilaya, Yogyakarta, dengan posisi sejajar dengan makam Sultan Agung di Imogiri.
Perlu diketahui, Panembahan Girilaya adalah juga menantu Sultan Agung Hanyakrakusuma yang berasal dari Mataram. Bersamaan dengan meninggalnya Panembahan Girilaya, Pangeran Martawijaya dan Pangeran Kartawijaya, yakni para putra Panembahan Girilaya ditahan di Mataram.
Dengan kematian Panembahan Girilaya, maka terjadi kekosongan penguasa untuk kedua kalinya di Cirebon. Sultan Ageng Tirtayasa segera dinobatkan oleh Pangeran Wangsakerta sebagai pengganti Panembahan Girilaya atas tanggung jawab pihak Banten.
Sultan Ageng Tirtayasa pun mengirimkan pasukan dan kapal perang untuk membantu Trunojoyo, yang saat itu sedang memerangi Amangkurat dari Mataram. Dengan bantuan Trunojoyo, maka kedua putra Panembahan Girilaya yang ditahan akhirnya dapat dibebaskan, dan dibawa kembal ke Cirebon. Bersama satu lagi putra Panembahan Girilaya, mereka kemudian dinobatkan sebagai penguasa Kesultanan Cirebon.
Tetapi akhirnya Kesultanan Cirebon harus terpecah menjadi tiga pada tahun 1677. Ketiga bagian Kesultanan Cirebon ini dipimpin tiga anak Panembahan Girilaya. Pertama Pangeran Martawijaya atau Sultan Kraton Kasepuhan, dengan gelar Sepuh Abi Makarimi Muhammad Samsudin (1677-1703).
Kedua, Pangeran Kartawijaya atau Sultan Kanoman, dengan gelar Sultan Anom Abil Makarimi Muhammad Badrudin (1677-1723). Kemudian, Pangeran Wangsakerta atau Panembahan Cirebon, dengan gelar Pangeran Abdul Kamil Muhammad Nasarudin atau Panembahan Tohpati (1677-1713).