Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Bentrokan Sengit Terus Terjadi, Sekjen PBB Tegaskan Sudan Berada di Ambang Perang Saudara Skala Penuh

Susi Susanti , Jurnalis-Senin, 10 Juli 2023 |16:59 WIB
Bentrokan Sengit Terus Terjadi, Sekjen PBB Tegaskan Sudan Berada di Ambang Perang Saudara Skala Penuh
Sekjen PBB Antonio Guterres (Foto: AP)
A
A
A

KAIRO - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengatakan Sudan berada di ambang perang saudara skala penuh ketika bentrokan sengit antara para jenderal yang bersaing terus berlanjut pada Minggu (9/7/2023) di ibu kota Khartoum.

Menurut Farhan Haq, Wakil Juru Bicara Sekjen PBB, Guterres memperingatkan pada Sabtu (8/7/2023) malam bahwa perang antara militer Sudan dan pasukan paramiliter yang kuat kemungkinan akan mengguncang seluruh kawasan,

Seperti diketahui, Sudan mengalami bentrokan dan kerusuhan setelah berbulan-bulan ketegangan antara panglima militer Jenderal Abdel-Fattah Burhan dan saingannya, Jenderal Mohammed Hamdan Dagalo, komandan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF). Bentrokan itu kemudian meledak menjadi pertempuran terbuka pada pertengahan April lalu.

Dalam pernyataannya, Guterres juga mengutuk serangan udara pada Sabtu (8/7/2023) yang menurut otoritas kesehatan menewaskan sedikitnya 22 orang di Omdurman, sebuah kota tepat di seberang Sungai Nil dari Khartoum. Serangan itu adalah salah satu yang paling mematikan dalam konflik sejauh ini.

RSF menyalahkan militer atas serangan di Omdurman. Militer membantah tuduhan tersebut, dengan mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Minggu (9/7/2023) bahwa angkatan udaranya tidak melakukan serangan udara apapun di kota tersebut pada Sabtu (8/7/2023).

Haq dalam sebuah pernyataan mengatakan Guterres juga mengecam kekerasan berskala besar dan korban jiwa di wilayah barat Darfur, yang telah mengalami beberapa pertempuran terburuk dalam konflik yang sedang berlangsung.

"Ada pengabaian terhadap hukum kemanusiaan dan hak asasi manusia yang berbahaya dan mengganggu," kata Guterres, dikutip AP.

Pejabat PBB mengatakan kekerasan di wilayah tersebut baru-baru ini mengambil dimensi etnis, dengan RSF dan milisi Arab dilaporkan menargetkan suku non-Arab di Darfur, sebuah wilayah luas yang terdiri dari lima provinsi. Bulan lalu, Gubernur Darfur, Mini Arko Minawi, mengatakan wilayah itu kembali ke genosida di masa lalu, mengacu pada konflik yang melanda wilayah itu pada awal 2000-an.

Menteri Kesehatan Haitham Mohammed Ibrahim mengatakan pada bulan lalu bahwa bentrokan tersebut telah menewaskan lebih dari 3.000 orang dan melukai lebih dari 6.000 lainnya. Namun, penghitungan kematian kemungkinan besar akan jauh lebih tinggi.

Menurut data PBB, lebih dari 2,9 juta orang telah meninggalkan rumah mereka ke daerah yang lebih aman di dalam Sudan atau menyeberang ke negara tetangga. Pertempuran dimulai pada 18 bulan setelah kedua jenderal itu memimpin kudeta militer pada Oktober 2021 yang menggulingkan pemerintah transisi sipil yang didukung Barat. Kudeta dan konflik berikutnya memupus harapan Sudan akan peralihan damai menuju demokrasi setelah pemberontakan rakyat memaksa militer mencopot otokrat lama Omar al-Bashir pada April 2019.

Perang telah mengubah ibu kota Khartoum dan daerah perkotaan lainnya di seluruh negeri menjadi medan perang.

Penduduk di Khartoum mengatakan pertempuran sengit sedang berlangsung pada Minggu (9/7/2023) pagi di selatan ibu kota.

Penduduk Abdalla al-Fatih mengatakan faksi yang bertikai menggunakan senjata berat dalam pertempuran di lingkungan Kalaka dan pesawat militer terlihat melayang di atas daerah itu.

Seluruh kota dan desa di provinsi Darfur Barat dikuasai oleh RSF dan milisi sekutu mereka, memaksa puluhan ribu penduduk mengungsi ke negara tetangga Chad. Aktivis telah melaporkan banyak warga terbunuh, perempuan dan anak perempuan diperkosa, dan properti dijarah dan dibakar habis.

Ada bentrokan antara militer dan RSF di tempat lain di Sudan pada hari Minggu, termasuk provinsi Kordofan Utara, Kordofan Selatan, dan Nil Biru.

Sementara itu, Mesir mengatakan akan menjadi tuan rumah pertemuan pada Kamis (13/7/2023) untuk negara-negara tetangga Sudan.

Ahmed Fahmy, juru bicara kepresidenan Mesir, dalam sebuah pernyataan mengatakan pertemuan tersebut bertujuan untuk membangun mekanisme yang efektif untuk membantu menemukan penyelesaian konflik secara damai dalam koordinasi dengan upaya internasional dan regional lainnya.

Fahmy tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang pertemuan itu.

Upaya itu dilakukan ketika pembicaraan antara faksi-faksi yang bertikai di kota pesisir Jeddah, Arab Saudi berulang kali gagal menghentikan pertempuran. Pembicaraan Jeddah ditengahi oleh Arab Saudi dan Amerika Serikat (AS).

(Susi Susanti)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement