Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Juli 2023 Ditetapkan Jadi Bulan Terpanas dalam 120.000 Tahun Terakhir, Apa Alasannya?

Susi Susanti , Jurnalis-Jum'at, 28 Juli 2023 |05:57 WIB
Juli 2023 Ditetapkan Jadi Bulan Terpanas dalam 120.000 Tahun Terakhir, Apa Alasannya?
Ilustrasi suhu panas (Foto: Reuters)
A
A
A

NEW YORK – Juli 2023 ditetapkan sebagai bulan terpanas dalam sejarah. Beberapa ahli ilmuwan percaya bahwa Juli mungkin menjadi bulan terhangat dalam 120.000 tahun terakhir.

Para peneliti tidak terkejut bahwa Juli ditetapkan untuk memecahkan rekor bulan terhangat saat ini karena ada banyak indikasi dalam beberapa minggu terakhir bahwa dunia melihat tingkat pemanasan yang jauh lebih besar.

Lalu mengapa ini terjadi? Para peneliti yakin bahwa emisi bahan bakar fosil dari aktivitas manusia sebagian besar menjadi penyebab tingkat pemanasan yang kita lihat sekarang.

"Cuaca ekstrem yang telah mempengaruhi jutaan orang di bulan Juli sayangnya adalah kenyataan pahit dari perubahan iklim dan gambaran masa depan," kata Sekretaris Jenderal Organisasi Meteorologi Dunia Prof Petteri Taalas, dikutip BBC.

"Kebutuhan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca lebih mendesak dari sebelumnya," katanya.

"Aksi iklim bukanlah kemewahan tetapi suatu keharusan,” ujarnya.

Para ahli percaya bahwa rekor suhu bulan Juli tidak akan menjadi yang terakhir dipecahkan tahun ini.

Selain dampak berkelanjutan dari gas rumah kaca, ada efek yang berkembang dari sistem cuaca El Niño - peristiwa alami saat lautan menghangat di Pasifik timur dan melepaskan panas ke atmosfer. Hal ini kemungkinan akan mendorong suhu lebih tinggi dan mungkin menjadikan 2023 atau 2024 tahun terhangat yang pernah tercatat, karena para ilmuwan memperingatkan kita belum melihat dampak penuhnya.

Selain itu, ada faktor lain yang mungkin telah menambah suhu global.

Aturan pelayaran baru telah menyebabkan jumlah polutan yang dilepaskan lebih sedikit, dan sampai saat ini tingkat debu Sahara di atmosfer rendah.

Partikel-partikel udara ini, yang disebut "aerosol", biasanya memantulkan kembali sebagian energi matahari ke luar angkasa - meskipun sainsnya sangat rumit. Diperkirakan bahwa memiliki lebih sedikit aerosol ini mungkin memberikan kontribusi kecil terhadap rekor panas Atlantik Utara.

Letusan gunung berapi bawah laut di Tonga pada 2022 juga menambah jumlah uap air di atmosfer, yang memanaskan planet seperti karbon dioksida.

Pada 2015, hampir 200 negara menandatangani perjanjian iklim Paris. Mereka berjanji untuk mencoba menjaga kenaikan suhu global jangka panjang menjadi 1,5C di atas periode pra-industri - sebelum manusia mulai membakar bahan bakar fosil dalam skala besar.

Para ilmuwan mengingatkan bahwa meskipun suhu bulan Juli mengkhawatirkan, suhu ekstrem dalam satu bulan tidak berarti bahwa kesepakatan iklim internasional telah dilanggar.

"Itu tidak berarti kita mencapai atau melanggar tujuan Paris atau 1,5C karena itu dipahami sebagai peningkatan pemanasan global dalam jangka panjang," jelas Dr Friederike Otto, ilmuwan iklim dari Imperial College London.

Membatasi pemanasan hingga 1,5C dipandang sebagai kunci untuk menghindari dampak paling berbahaya dari perubahan iklim.

Tapi seperti yang ditunjukkan oleh gelombang panas baru-baru ini, konsekuensi dari perubahan iklim meningkat dengan setiap fraksi dari satu derajat pemanasan.

(Susi Susanti)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement