JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rampung memeriksa mantan Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Akhmad Syakhroza. Akhmad dicecar tim penyidik soal audit internal atas temuan pembayaran dana tunjangan kinerja (tukin) fiktif di Kementerian ESDM.
"Akhmad Syakhroza (Inspektur Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral), saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait pelaksanaan audit internal atas temuan pembayaran dana tukin fiktif di Kementerian ESDM," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Rabu (2/8/2023).
Penyidik juga rampung memeriksa Bendahara Pengeluaran periode 2020-2021 pada Kementerian ESDM, Abdullah. Abdullah dicecar soal dugaan adanya rancangan untuk memanipulasi pencarian dana tukin pegawai Kementerian ESDM.
"Abdullah, saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dugaan rancangan untuk manipulasi pencairan dana tukin," ujar Ali.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan 10 pegawai Kementerian ESDM sebagai tersangka korupsi pembayaran dana tunjangan kinerja (tukin). Para tersangka diduga bersekongkol jahat menggelembungkan dana tukin Kementerian ESDM hingga merugikan negara Rp27,6 miliar dalam kurun waktu dua tahun.
Ke-10 pegawai Kementerian ESDM yang telah ditetapkan sebagai tersangka adalah Subbagian Perbendaharaan, Priyo Andi Gularso (PAG); Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Novian Hari Subagio (NHS); Staf PPK, Lernhard Febian Sirait (LFS); Bendahara Pengeluaran, Abdullah (A).
Kemudian, Bendahara Pengeluaran, Christa Handayani Pangaribowo (CHP); PPK, Haryat Prasetyo (HP); Operator SPM, Beni Arianto (BA); Penguji Tagihan, Hendi (H); PPABP, Rokhmat Annashikhah (RA); dan Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi, Maria Febri Valentine (MFV).
Para pejabat perbendaharaan serta pegawai lainnya di lingkup bagian keuangan Direktorat Jenderal Mineral Kementerian ESDM tersebut diduga telah memanipulasi dan menerima pembayaran tunjangan kinerja yang tidak sesuai ketentuan.
Dari jumlah tunjangan kinerja yang seharusnya hanya dibayarkan Rp1.399.928.153, kemudian digelembungkan atau di-mark up menjadi sebesar Rp29.003.205.373. Atas penggelembungan dana tersebut, terjadi selisih sebesar Rp27.603.277.720