JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat memeriksa Direktur Utama (Dirut) PT AirNav Indonesia, Polana Banguningsih Pramesti sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan proyek fiktif PT Amarta Karya.
Sayangnya, KPK masih enggan membongkar secara detail materi pemeriksaan terhadap Polana Banguningsih. KPK bakal membongkar keterkaitan Polana Banguningsih dalam kasus dugaan korupsi di PT Amarta Karya ini dalam persidangan.
"Materi pemeriksaan pasti nanti dibuka di hadapan majelis hakim," kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (15/8/2023).
Sebelumnya, Ali sempat mengungkapkan pemeriksaan terhadap Polana berkaitan dengan aliran uang proyek fiktif PT Amarta Karya yang diduga digunakan untuk kegiatan bisnis perusahaan. Namun, Ali belum menjelaskan detail kegiatan perusahaan yang dimaksud.
"Prinsipnya kami konfirmasi kepada pihak-pihak sebagai saksi dalam rangka memperjelas dugaan perbuatan tersangka dalam perkara yang terus kami selesaikan penyidikannya ini," kata Ali.
Berdasarkan informasi, Polana diduga menerima barang mewah, seperti sepeda Brompton dan jam Rolex serta sejumlah dana dari PT Amarta Karya. Dikonfirmasi mengenai hal ini, Ali menyatakan akan mengonfirmasi hal tersebut kepada penyidik.
"Apakah juga ada penerimaan barang, seperti sepeda Brompton dan lain-lain tentu nanti kami akan konfirmasi dulu kepada tim penyidik KPK," katanya.
Diketahui sebelumnya, KPK telah menetapkan mantan Dirut PT Amarta Karya, Catur Prabowo dan eks Direktur Keuangannya, Trisna Sutisna sebagai tersangka. Keduanya ditetapkan tersangka kasus dugaan korupsi terkait proyek pengadaan subkontraktor fiktif di PT Amarta Karya tahun 2018 sampai 2020.
Dalam perkara ini, diduga ada sekira 60 proyek pengadaan PT Amarta Karya Persero yang disubkontraktorkan secara fiktif oleh Catur dan Trisna. Di mana, sejumlah proyek tersebut di antaranya, pekerjaan konstruksi pembangunan rumah susun Pulo Jahe, Jakarta Timur.
Kemudian, pengadaan jasa konstruksi pembangunan gedung olahraga Univesitas Negeri Jakarta. Selanjutnya, pembangunan laboratorium bio safety level tiga di Universitas Padjajajran (Unpad).
KPK menyebut uang yang diterima Catur Prabowo dan Trisna Sutisna diduga digunakan untuk membayar tagihan kartu kredit, pembelian emas, perjalanan pribadi ke luar negeri, pembayaran member golf dan juga pemberian ke beberapa pihak terkait lainnya.
Akibat perbuatan kedua tersangka tersebut, negara ditaksir mengalami kerugian sekira Rp46 miliar. KPK saat ini masih terus menelusuri aliran uang ke pihak-pihak lainnya. Diduga, banyak pihak yang kecipratan dana haram proyek tersebut.
Atas perbuatannya, Catur disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Erha Aprili Ramadhoni)