Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

WHO Peringatkan Wabah Demam Berdarah Terburuk di Bangladesh, 600 Orang Tewas dan 135.000 Kasus Dilaporkan

Susi Susanti , Jurnalis-Kamis, 07 September 2023 |19:05 WIB
WHO Peringatkan Wabah Demam Berdarah Terburuk di Bangladesh, 600 Orang Tewas dan 135.000 Kasus Dilaporkan
WHO peringatkan wabah demam berdarah terburuk di Bangladesh (Foto: Reuters)
A
A
A

BANGLADESH - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pada Rabu (6/9/2023), Bangladesh sedang berjuang melawan wabah demam berdarah (DBD) terburuk yang pernah tercatat, dengan lebih dari 600 orang tewas dan 135.000 kasus dilaporkan sejak April lalu.

Hal ini terjadi ketika salah satu pakarnya menyalahkan krisis iklim dan pola cuaca El Nino yang mendorong lonjakan tersebut.

Sistem layanan kesehatan di negara ini mengalami kesulitan karena banyaknya orang yang sakit. Media lokal melaporkan bahwa rumah sakit menghadapi kekurangan tempat tidur dan staf untuk merawat pasien. Menurut WHO, ada hampir 10.000 rawat inap pada 12 Agustus saja.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan dalam jumpa pers pada Rabu (6/9/2023) bahwa dari 650 orang yang telah meninggal sejak wabah ini dimulai pada April lalu, lalu 300 orang dilaporkan meninggal pada Agustus lalu.

Meskipun demam berdarah merupakan penyakit endemik di Bangladesh, dengan infeksi yang biasanya mencapai puncaknya pada musim hujan, tahun ini peningkatan kasus terjadi jauh lebih awal – yaitu menjelang akhir April.

Tedros mengatakan WHO mendukung pemerintah dan pihak berwenang Bangladesh “untuk memperkuat pengawasan, kapasitas laboratorium, manajemen klinis, pengendalian vektor, komunikasi risiko dan keterlibatan masyarakat,” selama wabah ini terjadi.

“Kami telah melatih para dokter dan mengerahkan para ahli di lapangan. Kami juga telah menyediakan perbekalan untuk tes DBD dan mendukung perawatan pasien,” ujarnya, dikutip CNN.

Infeksi virus, demam berdarah menyebabkan gejala mirip flu, termasuk sakit kepala yang menusuk, nyeri otot dan sendi, demam, dan ruam di seluruh tubuh. Penyakit ini ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi dan tidak ada pengobatan khusus untuk penyakit ini.

WHO mencatat demam berdarah merupakan penyakit endemik di lebih dari 100 negara dan setiap tahunnya, 100 juta hingga 400 juta orang terinfeksi.

Sebanyak 64 distrik di Bangladesh terkena dampak wabah ini, namun ibu kota Dhaka – yang berpenduduk lebih dari 20 juta orang – adalah kota yang paling parah terkena dampaknya. Padahal kasus di sana sudah mulai stabil.

“Kasus mulai menurun di ibu kota Dhaka, namun meningkat di wilayah lain di negara ini,” ujarnya.

Dhaka adalah salah satu kota terpadat di dunia dan urbanisasi yang cepat dan tidak terencana telah memperburuk wabah ini.

“Ada masalah pasokan air di Dhaka, sehingga masyarakat menyimpan air dalam ember dan wadah plastik di kamar mandi atau di tempat lain di rumah. Nyamuk bisa hidup di sana sepanjang tahun,” tulis Kabirul Bashar, profesor di departemen Zoologi Universitas Jahangirnagar, dalam jurnal Lancet bulan lalu.

“Sistem pengelolaan sampah kita tidak terencana dengan baik. Sampah menumpuk di jalan; Anda melihat banyak wadah plastik kecil dengan genangan air di dalamnya. Kami juga memiliki gedung bertingkat dengan tempat parkir mobil di basement. Orang-orang mencuci kendaraan mereka di sana, yang merupakan tempat yang ideal untuk nyamuk,” lanjutnya.

Untuk mengatasi serangan infeksi yang gencar, Bangladesh telah mengubah fungsi enam rumah sakit Covid-19 untuk merawat pasien demam berdarah dan meminta bantuan dari WHO untuk membantu mendeteksi dan menangani kasus lebih awal.

WHO pada Agustus mengatakan rekor jumlah kasus dan kematian demam berdarah di Bangladesh terjadi ketika negara tersebut mengalami curah hujan dalam jumlah yang tidak biasa, dikombinasikan dengan suhu tinggi dan kelembapan tinggi, yang mengakibatkan peningkatan populasi nyamuk di seluruh Bangladesh.

Kondisi yang hangat dan basah tersebut menjadi tempat berkembang biak yang sempurna bagi nyamuk pembawa penyakit dan seiring dengan semakin cepatnya pemanasan bumi akibat pembakaran bahan bakar fosil, wabah penyakit akan menjadi lebih umum terjadi di wilayah-wilayah baru di dunia.

Jumlah kasus demam berdarah global telah meningkat delapan kali lipat dalam dua dekade terakhir.

“Pada 2000, kami memiliki sekitar setengah juta kasus dan pada 2022 kami mencatat lebih dari 4,2 juta kasus,” kata Raman Velayudhan, kepala program global WHO untuk pengendalian penyakit tropis yang terabaikan pada Juli lalu.

Ketika krisis iklim memburuk, penyakit yang ditularkan oleh nyamuk seperti demam berdarah, Zika, chikungunya dan demam kuning kemungkinan akan terus menyebar dan mempunyai dampak yang lebih besar terhadap kesehatan manusia.

Sebuah studi baru mengidentifikasi asam karboksilat sebagai salah satu faktor yang membuat nyamuk lebih tertarik pada manusia tertentu dibandingkan manusia lainnya.

“Kami melihat semakin banyak negara yang mengalami beban berat akibat penyakit-penyakit ini,” kata Abdi Mahamud, direktur kewaspadaan dan respons WHO dalam program darurat kesehatan.

Mahamud mengatakan krisis iklim dan pola cuaca El Nino tahun ini – yang menyebabkan cuaca lebih hangat dan lebih basah di berbagai belahan dunia – memperburuk masalah ini.

Tahun ini, demam berdarah telah melanda Amerika Selatan dengan parah dan Peru sedang bergulat dengan wabah terburuk yang pernah tercatat. Kasus-kasus di Florida mendorong pihak berwenang untuk menyiagakan beberapa wilayah. Di Asia, lonjakan kasus telah terjadi di Sri Lanka, Thailand, Malaysia, dan negara-negara lain. Dan negara-negara di Afrika sub-Sarahan, seperti Chad, juga telah melaporkan wabah ini.

Menyebut wabah ini sebagai “burung kenari di tambang batu bara krisis iklim,” Mahamud mengatakan “solidaritas global” dan dukungan adalah hal yang penting.

(Susi Susanti)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement