SOLO - Sejumlah titik keramaian di Kota Solo jadi sasaran aksi vandalisme yang mayoritas pelakunya adalah pelajar. Pemerintah Kota (Pemkot) Solo pun menimbang terapkan sanksi tipiring pada pelajar.
Kepala Satpol PP Arif Darmawan mengatakan, sanksi berupa pembinaan dirasa belum optimal. Para pelaku yang sebagian besar adalah pelajar asal luar kota Solo tidak jera untuk kembali melakukan vandalisme.
BACA JUGA:
"Pembinaan masih belum optimal. Sudah kami bersihkan tapi dicoret-coret kembali. Meskipun kami lakukan penjagaan tertutup," katanya di Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) Manahan Solo, Jumat (21/09).
Arif menyebut bahwa pelaku mengincar lokasi-lokasi ramai seperti flyover Manahan dan Purwosari. Mereka terkadang juga mengunggah aksi vandalisme itu ke media sosial.
BACA JUGA:
"Di flyover Manahan dan Purwosari skornya tinggi, mereka punya tantangan. Beberapa yang kami bina malah diunggah di medsos mereka," ujarnya.
Satpol PP dalam sebulan rata-rata bisa melakukan 3 kali penangkapan dengan jumlah pelakunya mencapai 10 orang.
Arif menyebut bahwa, pelaku jarang melakukan aksi vandalisme sendirian. Mereka cenderung berkelompok, sehingga dalam sekali penangkapan Satpol PP bisa menangkap 3-5 orang.
Pihak Satpol PP bahkan bisa memprediksi pelaku secara tepat berdasarkan ciri dari tulisan-tulisan vandalisme. Arif mengungkapkan bahwa para pelaku cenderung menuliskan nama pribadi, nama geng, hingga pengungkapan rasa cinta.
BACA JUGA:
"Kebanyakan pelajaran tingkat SMA. Kadang-kadang aneh juga, mengungkapkan cintanya padahal yang dicintai, yo emoh," katanya.
Bedasarkan perda Nomor 10 tahun 2015 aksi vandalisme bisa dikenakan hukuman tipiring yakni ancaman hukuman 3 bulan dan denda Rp 50 juta. Namun demikian sanksi tersebut urung diterapkan kepada pelajar mengingat kebutuhan mereka untuk mendapatkan SKCK.
"Kami sudah lapor ke pak wali dan pak wakil. Kalau memang tidak ada efek jera kami akan terapkan sanksi tipiring langsung. Baik itu tindakan pertama atau kedua," beber dia.
(Nanda Aria)