JAKARTA - Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) menanggapi pernyataan Bacapres Prabowo Subianto yang melarang buruh menuntut Pengusaha menaikkan upah minimum setiap tahunnya menyakiti perasaan para buruh.
Ketua KPBI, Ihamsyah mengatakan bahwa pernyataan Prabowo tersebut mewakili kepentingan kelasnya, borjuasi atau pemilik modal, yang tidak senang dengan adanya kenaikan upah buruh. Biasanya, kata dia, borjuasi memang tidak ingin kenaikan upah buruh karena mengurangi keuntungan yang diperolehnya.
Di sisi lain, kata dia, pernyataan Prabowo menggambarkan ketidakpahamannya terhadap permasalahan keseharian buruh di Indonesia.
“Upah salah satu agenda utama perjuangan buruh selama ini. Nah, bila dia mengatakan tidak perlu untuk menuntut kenaikan upah setiap tahun dan harus memaklumi pengusaha itu menunjukkan watak kelasnya,” kata Ilhamsyah, Jumat (11/6/2023).
Menurut dia, semestinya seorang capres menunjukkan keberpihakannya terhadap mayoritas rakyat Indonesia dalam kerangka redistribusi kekayaan bisa adil dan merata. Negara dapat meredistribusi kekayaan dengan meningkatkan pajak untuk pengusaha.
Selain itu, negara bisa mengurangi sedikit keuntungan yang diperoleh pengusaha dengan menaikkan upah buruh. Apalagi, pertumbuhan ekonomi Indonesia didongkrak konsumsi rumah tangga yang dipengaruhi besaran upah buruh.
"Upah yang kecil tentu akan membuat daya beli juga akan semakin rendah. Daya beli rendah akan membuat serapan terhadap konsumsi juga menjadi rendah. Dengan begitu, tentu produktivitas juga akan menurun kalau daya beli tidak ada. Semakin tinggi upah, konsumsi akan semakin tinggi dan secara otomatis juga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Ia mengkritik Prabowo yang menyatakan akan meringankan kehidupan buruh dengan berbagai subsidi supaya tidak lagi menuntut kenaikan upah minimum.
“Dia (Prabowo) baru mengatakan ‘akan’ ya. Jadi, hal yang dia sampaikan tadi masih jauh dan itu sangat menyakiti hati atau perasaan kawan-kawan dari gerakan buruh yang selama ini berjuang menuntut upah," tuturnya.
Ihamsyah mengatakan, jika berbicara tentang jaminan sosial, tentang jaminan pendidikan gratis, kesehatan gratis, itu memang harusnya menjadi agenda perjuangan.
"Tetapi, selama dia berkuasa, partai-partai yang ada di parlemen, tidak ada satu pun yang memperjuangkan itu, kalau dia mengatakan, welfare state, welfare state ala mana yang dia pergunakan?,” ucapnya.
Dalam kerangka welfare state, negara harus memperbesar alokasi APBN untuk jaminan sosial, ketersediaan perumahan untuk rakyat, sampai menggratiskan biaya pendidikan dan kesehatan.
Sebab, cita-cita negara Indonesia didirikan adalah memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, faktanya sampai hari ini negara tidak bisa melaksanakan welfare state.
"Kalau Prabowo baru ‘akan’ menyampaikan. Itu kan suatu hal yang patut kita pertanyakan. Tetapi, kebutuhan mendesak hari ini bagi gerakan buruh naikkan upah 15% minimal, untuk wilayah Jabodetabek. Tentu untuk wilayah seperti Jawa Tengah dan beberapa wilayah di Indonesia Timur yang upahnya juga masih di bawah 3 juta itu harusnya kenaikannya lebih besar, bisa sampai 30%,” pungkasnya.
(Fakhrizal Fakhri )