JAKARTA - Bidara Cina, sebuah kelurahan yang menghiasi kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur, bukan sekadar nama geografis. Di balik namanya tersembunyi cerita sejarah yang mendalam dan asal usul yang menciptakan identitasnya.
Berikut dua versi yang mengaitkan nama Bidara Cina dengan peristiwa berdarah dan tumbuhan khas, sambil merenungkan keaslian dan makna yang melekat.
Asal Usul Nama Bidara Cina
Salah satu versi yang mencuat terkait asal usul Bidara Cina membawa kita kembali ke tahun 1740, ke masa pemberontakan orang-orang Tionghoa terhadap pemerintahan Belanda di Batavia.
Dalam peristiwa berdarah tersebut, ribuan jiwa Tionghoa dikorbankan sebagai bentuk perlawanan. Menurut versi ini, nama Bidara lahir dari kata Berdarah, mencerminkan tragedi dan perjuangan yang melekat pada sejarah kelurahan ini. Namun, keaslian versi ini dipertanyakan dengan tajam.
Pemberontakan yang disebutkan terjadi di dekat Kali Angke, Jakarta Utara, bukan di lokasi Bidara Cina yang kita kenal saat ini. Dilema geografis ini memicu keraguan terhadap korelasi langsung antara peristiwa berdarah tersebut dan kelurahan Bidara Cina.
Versi kedua menghadirkan pandangan yang berbeda. Menurut narasi ini, Bidara Cina tidak hanya mencerminkan tragedi pemberontakan, tetapi juga mengambil akar dari dunia tumbuhan.
Pada masa kolonial Belanda, orang-orang Tionghoa disebut menanam pohon Bidara di wilayah yang kini dikenal sebagai Bidara Cina. Pohon Bidara, dengan buahnya yang lezat dan bermanfaat, menjadi simbol keberanian dan ketahanan hidup di tengah tantangan.
Kaitan antara manusia dan alam dalam budaya Tionghoa menciptakan ikatan yang kuat, dan pohon Bidara menjadi saksi bisu dari interaksi ini. Versi ini mengundang kita untuk merenung tentang hubungan manusia dengan lingkungan sekitarnya dan bagaimana alam dapat membentuk identitas suatu wilayah.
Keaslian dan Makna Bidara Cina
Dalam meresapi sejarah Bidara Cina, penting untuk menggali kebenaran di balik versi-versi yang ada. Meskipun versi pertama menciptakan narasi dramatis dari peristiwa berdarah, dilema geografis menciptakan ketidakpastian.
Sebaliknya, versi kedua menghubungkan nama dengan alam dan kehidupan sehari-hari, memberikan dimensi yang lebih luas dan kontekstual. Mungkin saja, nama Bidara Cina mencakup lebih dari satu kisah. Mungkin pula, elemen sejarah dan unsur alam bersatu dalam merentang waktu, menciptakan identitas yang kaya dan berlapis-lapis.
Keaslian mungkin sulit dipastikan, tetapi nilai-nilai dan warisan yang melekat pada Bidara Cina tetap relevan dalam memahami perjalanan kelurahan ini.
Saat ini, Bidara Cina bukan hanya sebuah nama di peta, tetapi juga identitas yang terus berkembang. Melalui perubahan zaman dan dinamika masyarakat, kelurahan ini tetap menjadi bagian penting dari Jakarta Timur.
Demikianlah sejarah dan asal usul Bidara Cina, dengan melihat dua versi yang berbeda, kita diingatkan bahwa sejarah bukanlah entitas statis. Ia hidup, berkembang, dan terus membentuk makna dalam setiap detiknya.
Begitu juga dengan Bidara Cina, yang tetap menjadi bagian hidup dari Jakarta Timur, mengajarkan kita akan kompleksitas sejarah dan keindahan dalam merangkai identitas.
(Fahmi Firdaus )